Degradasi KPK Era Firli Bahuri
Jakarta, Indonesia —
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terjun bebas pada tahun 2021. Hasil survei Indikator Politik Indonesia mencatat KPK menempati urutan kedelapan sebagai lembaga yang paling dan cukup dipercaya oleh publik.
KPK biasanya menempati urutan kedua atau ketiga sebagai lembaga yang paling dipercaya oleh publik. Dalam survei terbaru itu, responden yang menyatakan sangat percaya dan cukup percaya terhadap KPK tercatat 71 persen. Rinciannya, 59 persen cukup percaya dan 12 persen sangat percaya.
Tujuh lembaga yang mendapat kepercayaan di atas KPK yakni urutan pertama dipegang TNI 95 persen, lalu presiden 86 persen dan kepolisian 80 persen. Selanjutnya, Mahkamah Agung 79 persen, Mahkamah Konstitusi 79 persen, pengadilan 77 persen dan kejaksaan 76 persen.
Survei dilakukan pada 2-6 November 2021dengan metode wawancara tatap muka. Jumlah sampel sebanyak 2.020 responden. Margin of error kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
TWK KPK Malaadministrasi dan Langgar HAM
Sebanyak 1.349 pegawai antirasuah mengikuti asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status menjadi ASN yang diselenggarakan oleh KPK dan BKN pada Maret hingga April 2021.
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Oce Madril beranggapan bahwa perubahan status pegawai tetap KPK menjadi ASN ini akan membuat para penggawa KPK menjadi tidak independen dan rawan intervensi dalam menjalankan tugasnya.
Namun, hal itu tetap dilakukan karena mengacu pada ketentuan Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN.
Dari 1.349 orang sebanyak 75 pegawai antirasuah dinyatakan tak lolos KPK dan dicap merah. Setelah mendapat banyak kritik dan protes, KPK memberi kesempatan kepada 24 pegawai mengikuti diklat bela negara agar bisa menjadi ASN.
Namun, 6 orang menolak. Hanya 18 orang yang bersedia dan akhirnya bisa menjadi abdi negara. Sementara total 57 orang yang tak bisa bergabung lagi dengan KPK. Satu orang di antaranya, Sujanarko sudah pensiun sejak Mei lalu.
KPK kemudian menggelar TWK susulan kepada 3 pegawainya pada 20 September lalu. Hasilnya, 2 orang lulus dan diangkat menjadi ASN. Sementara satu orang dinyatakan gagal dan dipecat bersama puluhan pegawai yang lebih dahulu gagal TWK.
TWK KPK terus menerus menjadi perhatian lantaran satu per satu kejanggalan lain mulai terungkap. Soal-soal asesmen tersebut dianggap mengandung unsur rasis, seksis, diskriminatif dan melanggar HAM.
Terdapat pertanyaan seperti “Mengapa dengan umur saat ini belum menikah?; Masihkah punya hasrat?; Mau enggak jadi istri kedua saya?;Kalau pacaran melakukan apa saja?”.
Lalu ada juga pertanyaan; “Kenapa anaknya sekolah di Sekolah Islam (SDIT)?; Kalau salat pakai qunut atau tidak?; Bagaimana kalau anaknya nikah beda agama? Pilih Pancasila atau Al-Quran?”.
Pada Juli, Ombudsman RI menyatakan alih satus pegawai KPK cacat administrasi atau malaadministrasi. Ketua Ombudsman Muhammad Najih mengatakan malaadministrasi itu terjadi dari mulai proses hingga pelaksanaan TWK terhadap pegawai KPK.
Komnas HAM juga menemukan 11 pelanggaran ham dalam proses TWK KPK. Beberapa hak yang dilanggar di antaranya, hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak kebesan berpendapat sampai hak privasi.
Ombudsman dan Komnas HAM telah mengirim temuan dan rekomendasi mereka ke Presiden Joko Widodo. Mereka menyarankan Jokowi turun tangan dan menjamin 57 pegawai antirasuah itu tak dipecat. Namun, Jokowi tak mengambil sikap atas pemecatan puluhan pegawai KPK tersebut.
“Jangan apa-apa ditarik ke presiden. Ini adalah sopan-santun ketatanegaraan. Saya harus hormati proses hukum yang sedang berjalan,” ungkap Jokowi pada pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (15/9).
57 pegawai antirasuah itu resmi dipecat pada 30 September 2021 oleh Firli. Usai dipecat, puluhan eks pegawai KPK itu bekerja serabutan, ada yang berjualan kue, nasi goreng sampai debut menjadi Youtuber.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kemudian ingin menarik 57 pegawai itu menjadi ASN di Polri. Listyo lantas bersurat ke Jokowi meminta restu terkait usul tersebut.
Proses rekrutmen berlanjut pada penandatanganan surat pengangkatan menjadi ASN di Korps Bhayangkara. Sebanyak 44 orang, termasuk Novel Baswedan, bersedia bergabung ke Polri, sementara 12 orang menolak, satu lainnya meninggal dunia.
“Selamat bergabung, kita perkuat komitmen dan kebijakan pemerintah dalam rangka menciptakan iklim, budaya, ekosistem antikorupsi sehingga iklim investasi, APBN yang digunakan,” kata Listyo saat melantik Novel dan kawan-kawan.
Mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut TWK justru terbukti cacat hukum setelah Novel Baswedan dan sejumlah eks pegawai KPK diterima sebagai ASN Polri.
Febri juga menyebut hal ini jadi bukti keputusan KPK mencopot 57 pegawai salah. Dia mempertanyakan tes tersebut sejak awal.
“Sekali lagi, ini adalah bukti nyata KPK keliru menyingkirkan mereka. TWK cacat hukum,” kata Febri lewat akun Twitter @febridiansyah, Senin (6/12). Febri telah mengizinkan Indonesia.com mengutip cuitan itu.
Penyidikan Kasus Korupsi Turun