Demokrat Sebut UUD Tak Atur PT, PPP Nilai itu Insentif Buat Parpol
Jakarta, Indonesia —
Petinggi dua partai di parlemen—Demokrat dan PPP–memberikan suara yang berbeda soal ambang batas pencalonan presiden dalam pemilu (Presidential Threshold) yang kini tengah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, menyatakan bahwa Undang-undang Dasar (UUD) 1945 tidak mengatur soal ambang batas parlemen atau presidential threshold.
Ia mendukung langkah mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Waketum Partai Gerindra Ferry Juliantono, serta anggota DPD Bustami Zainuddin, dan Fachrul Razi yang kembali melayangkan gugatan uji materi terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Pada Pasal 6A Ayat 2 amendemen ketiga UUD 1945 hanya menyebutkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum. Jadi jelas dan tegas tak ada ketentuan tentang presidential threshold,” kata Kamhar kepada Indonesia.com, Rabu (15/12).
Ia meyakini, langkah menggugat kembali presidential threshold tidak datang dari ruang hampa.
Pihaknya merujuk pada pengalaman Pilpres 2014 dan 2019 yang hanya menyajikan dua pasangan calon telah menimbulkan pembelahan di tengah masyarakat, serta biaya sosial, ekonomi, dan politik yang mesti ditanggung bangsa jauh lebih besar.
“Ini kontraproduktif dengan ikhtiar konsolidasi demokrasi yang hendak dituju. Pembelahan yang terjadi semakin menyuburkan politik post-truth, penyebaran hoaks secara masif, buzzerRp, dan sebagainya yang mendistorsi diskursus publik,” katanya.
Kamhar menyampaikan, rakyat berhak mendapatkan banyak pilihan capres dan wapres. Menurutnya, Indonesia tidak kekurangan stok calon pemimpin bangsa yang berkualitas dan handal.
Pihaknya berpendapat, presidential threshold selama ini justru menjadi hambatan putra dan putri terbaik bangsa tampil di panggung kepemimpinan nasional.
Rekrutmen Kepemimpinan Nasional
Selain membatasi pilihan rakyat, menurutnya, presidential threshold juga bertentangan dengan fungsi partai politik dalam hal rekrutmen kepemimpinan nasional.
Kamhar juga menilai, keberadaan presidential threshold tidak relevan sebagai justifikasi upaya penyederhanaan partai politik sebagai ikhtiar peningkatan derajat dan kualitas demokrasi.
“Kami menghargai dan sependapat dengan pemikiran-pemikiran bahwa presidential threshold ini mesti ditinjau kembali,” tuturnya.
Sebagai informasi, ambang batas pencalonan presiden di pasal 222 UU Pemilu selalu menarik perhatian. Pasal ini setidaknya sudah digugat 13 kali di Mahkamah Konstitusi. Namun, belum ada satu pun gugatan yang dikabulkan.
Dalam sepekan terakhir, ada tiga gugatan terkait pasal tersebut. Gatot, Ferry, dan Bustami memohon MK untuk membatalkan pasal 222 UU Pemilu yang berisi aturan ambang batas pencalonan presiden.
Selain itu politikus Partai Gelora Fahri Hamzah mendesak agar presidential threshold menjadi 0 persen agar semua tokoh pemimpin daerah yang bagus bisa tampil di pilpres 2024.
Baca halaman selanjutnya soal pendapat dari PPP
PPP Ungkap Belum Ada Rencana Revisi UU Pemilu terkait PT