Jakarta, Indonesia —
Pemerintah India bakal menerapkan kembali sistem kasta melalui pendataan penduduk atau sensus yang akan dilakukan beberapa waktu mendatang.
Pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi mengumumkan bahwa kasta masyarakat akan didata dalam sensus nasional mendatang untuk pertama kalinya sejak 1931.
Sejak lepas dari koloni Inggris, India telah melarang sistem kasta secara resmi pada 1950. Partai Modi, Bharatiya Janata Party (BJP), selama ini juga konsisten menentang sistem kasta karena ingin membangun komunitas Hindu yang bersatu. BJP tak mau ada perpecahan buntut perbedaan kasta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati begitu, belakangan, dinamika politik India mendorong Modi mengambil manuver tajam. Modi untuk pertama kalinya mendukung dihidupkannya kembali sistem kasta karena tekanan partai-partai oposisi.
Bukan hanya itu, Modi mulai memberlakukan sistem kasta karena ingin menarik dukungan dari kelompok OBC (Other Backward Classes), kelompok yang secara sosial ekonomi terbelakang.
Kasta di India sendiri secara umum ada empat, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Kelompok OBC biasanya masuk ke dalam golongan Sudra.
Selain kasta utama ini, India juga punya kelas sosial lain yang dianggap berada di luar kasta utama. Kelas sosial itu adalah Dalit, orang yang dianggap paling rendah bahkan haram untuk disentuh.
Apa itu Dalit dan siapa saja yang termasuk?
Dalit adalah golongan masyarakat yang dianggap haram untuk disentuh. Mereka biasanya merupakan keturunan dari buruh tani atau yang lebih rendah dari itu.
Orang-orang Dalit mengalami marginalisasi, pengucilan, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sejak lahir hingga akhir hayatnya.
Mereka tak bisa mendapatkan akses terhadap pendidikan, kesehatan, rumah, pekerjaan, keadilan, serta partisipasi politik sebagaimana yang diperoleh kasta lain.
Kaum Dalit, terutama perempuan dan anak-anak, sering kali menjadi korban kekerasan seksual, perdagangan manusia, dan sangat rentan terhadap pernikahan dini dan paksa.
Menurut Jaringan Solidaritas Dalit Internasional, diperkirakan ada 260 juta Dalit di seluruh dunia. Mereka tersebar di Asia Selatan, yakni India, Nepal, Bangladesh, Pakistan, dan Sri Lanka, serta di komunitas yang bermigrasi ke seluruh dunia.
“Hal ini dimulai sejak mereka masih kecil,” kata Beena Pallical, anggota minoritas Dalit yang menjadi Sekretaris Jenderal Kampanye Nasional Hak Asasi Manusia Dalit di India.
“Mereka tidak diperbolehkan duduk di depan kelas, tidak diperbolehkan makan bersama orang lain atau bermain dengan anak-anak dari kasta lain,” lanjutnya, seperti dikutip Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCR).
Bersambung ke halaman berikutnya…
Jadi korban kekerasan
Menurut Biro Catatan Kejahatan Nasional India, sekitar 45.935 kasus kekerasan terjadi setiap tahun di negara itu. Kekerasan tersebut sebagian besar dialami oleh kaum Dalit.
“Di India, sekitar sepuluh perempuan Dalit diperkosa setiap hari. Para pelaku menikmati impunitas total dan memiliki banyak dukungan politik. Karena hal inilah kami tidak dapat memutus rantai kekerasan dan penindasan,” kata Pallical.
Kekerasan terhadap kaum Dalit sendiri tak cuma terjadi di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya. Orang-orang Dalit selalu menjadi target ujaran kebencian dan diskriminasi di ruang daring.
Pallical mencatat banyak perempuan muda Dalit yang sampai berhenti menggunakan media sosial karena ketakutan dan karena pelecehan yang telah mencapai tingkat tak wajar.
“Orang-orang yang melakukan tindakan pelecehan ini melakukannya tanpa hati nurani, tanpa bertanggung jawab atas tindakan mereka,” katanya.
Dianggap binatang
Kaum Dalit dipandang begitu rendahnya sampai-sampai disamakan dengan binatang.
Asisten profesor di Departemen Sejarah Abad Pertengahan dan Modern Universitas Allahabad, Vikram Harijan, mengungkapkan orang-orang Dalit di India, terutama di distrik Gorakhpur di Uttar Pradesh, tidak dianggap sebagai manusia oleh golongan atas.
“Saya lahir dalam bayang-bayang sistem kasta dan tradisi di mana saya dianggap bukan sebagai manusia, tetapi sebagai binatang,” kata Harijan, yang mengaku sebagai orang kasta Chamar, yakni bagian dari Dalit.
Harijan menuturkan orang-orang pada umumnya makan makanan masak yang telah dibumbui. Namun, di masa kecilnya, ia terbiasa makan makanan mentah, termasuk daging babi mentah yang hanya dibumbu garam.
“Saya tidak tahu bahwa daging babi biasanya dimasak dengan rempah-rempah. Ketika kami pindah ke Benggala Barat, ayah saya membawa pulang daging babi dan menambahkan beberapa bumbu rempah, dan saat saya duduk untuk memakannya, saya menyadari bahwa rasanya sangat berbeda dari daging babi yang saya makan di desa,” ujarnya dalam tulisan di Forward Press.
“Jadi saya telah makan daging mentah seperti halnya binatang. Sering kali kami tidak tahu daging hewan apa yang kami makan. Berkali-kali orang biasa membuang kambing mati di dekat kawasan Chamar. Kadang mereka juga membuang bangkai ternak. Ketika melihat gagak dan elang terbang, kami akan berlari dan membawa pulang binatang mati tersebut. Ini adalah tradisi tempat kami dilahirkan,” lanjutnya.
Harijan bercerita dahulu kakak laki-lakinya membunuh tikus di ladang dan membawanya pulang untuk disantap bersama keluarga. Saat itu, ia dan saudaranya tak tahu bahwa mereka manusia dan tidak seharusnya memakan tikus.
“Kami [juga] biasa mengisi perut kami dengan roti gobarahi (roti dari kotoran sapi). Ini adalah tradisi di seluruh daerah Chamar. Beberapa gandum yang dimakan sapi keluar tanpa tercerna. Gandum-gandum ini diambil dan dicuci untuk membuat roti, yang dikenal sebagai roti gobarahi. Oleh karena itu, saya berasal dari tradisi yang tidak menganggap kami manusia,” ucapnya.
Orang-orang Dalit di India, termasuk di negara lain di Asia Selatan, memang tak pernah dianggap sebagai manusia seutuhnya. Mereka selalu menjadi pihak yang tak punya kekuatan untuk melawan, bahkan untuk membela diri mereka sendiri.
Banyak orang Dalit yang telah menyuarakan penderitaannya atas sistem kasta yang diterapkan di Asia Selatan. Kendati begitu, suara-suara mereka diredam bahkan mungkin tak pernah terdengar oleh pemerintah mereka sendiri.