Dinkes Kaget Booster Berbayar di Surabaya, Pertanyakan Keaslian Vaksin



Surabaya, Indonesia —

Pemerintah Kota Surabaya, melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya angkat bicara soal sindikat penjual vaksin dosis ke-3 atau booster berbayar, di Kota Pahlawan. Mengaku akan mendalami, Dinkes mempertanyakan asal vaksin dalam booster berbayar tersebut.

Sindikat vaksin booster berbayar ini sebelumnya terungkap dari informasi yang didapatkan tim liputan kolaborasi sejumlah jurnalis di Surabaya.

Praktik lancung ini diduga dilakukan sepanjang November – Desember 2021, di sejumlah tempat di Surabaya.

Menggunakan vaksin merek Sinovac, vaksinasi berbayar ini diduga ilegal. Sebab, mendahului rencana pemerintah yang baru akan memulai pelaksanaan vaksinasi booster bagi masyarakat umum pada Januari 2022.

Kepala Dinas Kesehatan Surabaya dr Febria Rachmanita mengatakan, ia tak tahu menahu perihal vaksinasi dosis ke-3 berbayar tersebut. Dirinya mengaku kaget dan mempertanyakan dari mana jaringan itu mendapatkan vaksin.

Sementara Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Surabaya dr Sri Setyani mengatakan, di Surabaya belum digelar vaksinasi dosis ke-3 untuk masyarakat umum, apalagi berbayar.”Mereka dapat vaksin dari mana ya? Saya tidak pernah tahu ada berbayar. Yang saya tahu vaksin gotong royong dan tidak ada di lokasi-lokasi tersebut,” kata Febria, saat dikonfirmasi Indonesia.com, Senin (27/12).

“[Vaksinasi] yang berbayar ya yang vaksinasi gotong royong, kalau yang lain itu program ya [vaksinasi gratis dari pemerintah],” ujar Sri.

Program vaksinasi gotong royong sendiri hanya diperuntukkan bagi perusahaan yang ingin memberikan vaksin bagi pekerjanya, untuk dosis pertama dan kedua, bukan ketiga. Vaksin yang digunakan pun berjenis Sinopharm.

“Tapi yang gotong royong itu tidak boleh, tidak melayani perorangan, tapi perusahaan, badan usaha yang sudah terdaftar, terus kerjasama dengan faskes, rumah sakit, itu pelaksanaanya di rumah sakit tersebut,” ucap dia.

Lagi pula, kata dia, vaksinasi booster sekarang, hanya untuk tenaga medis . Yang digunakan pun vaksin Moderna, bukan vaksin Sinovac seperti yang dijual sindikat tersebut.

Sri pun mencurigai dari mana sindikat ini memperoleh vaksin. Ia bahkan menduga-duga vaksin yang dijual dan disuntikkan itu adalah vaksin palsu.

“Saiki (sekarang) kan perlu dicurigai juga, lah memang itu vaksin benaran atau enggak,” ucapnya.

Ia meragukan jika yang digunakan dalam vaksinasi berbayar itu adalah vaksin berjenis Sinovac. Sebab penggunaan vaksin sudah terkelola oleh pemerintah dan tercatat dalam aplikasi Primary Care (P-Care).

“Soalnya kalau memang vaksin Sinovac harusnya, misalnya pemerintah mengeluarkan ini kan pasti keluar berapa harus masuk catatan berapa kan gitu, terdata makanya kan ada P-Care,” kata dia.

Ia juga mempertanyakan siapa yang menjadi nakes dalam pelaksanaan vaksinasi berbayar tersebut. Sebab tak sembarang orang bisa menjadi vaksinator.

“Kalau terjadi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan sebagainya, siapa yang tanggungjawab,” ucap Sri.

Ia pun berjanji akan menyelidiki sindikat vaksinasi dosis ke-3 berbayar ini, dan mencari tahu siapa nakes yang terlibat.

Sebelumnya, seorang warga Surabaya, Budiman (bukan nama sebenarnya) mengaku mengikuti vaksinasi dosis ke-3, yang digelar sekelompok orang di Kota Surabaya. Tiap orang yang mendaftar diminta membayar biaya sebesar Rp250 ribu.

(frd/sur)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *