DPR Bahas RUU PPRT, Komnas HAM Usul PRT Dapat THR dan Bonus
Jakarta, Indonesia —
Komnas HAM menyampaikan sejumlah usulan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) membahas RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) di Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (20/5).
Dalam salah satu usulannya, Komnas HAM meminta agar usia pekerja rumah tangga dibatasi minimal 18 tahun. Komnas HAM menilai batasan usai itu mengacu pada UU Perlindungan Anak dan menghindari eksploitasi anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Terkait ketentuan usia minimum. Kami mengusulkan sebagaimana kondisi faktual pekerja kita bahwa penentuan usia minimum dapat mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak, yakni 18 tahun, karena hal ini penting untuk mencegah potensi eksploitasi yang selama ini terjadi pada anak,” kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah dalam rapat.
Selain itu, Komnas HAM mengusulkan agar PRT bisa mendapat upah yang layak. Selama ini, kata Anis, merujuk data JALA PRT, PRT hanya menerima upah 20-30 persen dari upah minimum provinsi (UMP).
“Secara faktual berdasarkan data yang dihimpun oleh JALA PRT rata-rata sejauh ini upah PRT yang diterima adalah baru 20-30 persen dari upah minimum provinsi di tempat PRT tersebut bekerja,” katanya.
Namun, Komnas HAM tak mengusulkan besaran upah minimum tersebut. Anis hanya mengusulkan agar pemberian upah diserahkan kepada pemberi kerja berdasarkan kesepakatan.
“Kami memberikan rekomendasi bahwa PRT berhak atas upah yang layak, yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, pengaturan ini harus berdasarkan satu kesepahaman bersama,” kata dia.
Selain upah layak, Anis juga mengusulkan agar PRT tetap bisa menerima tunjangan hari raya (THR), bonus, dan hak cuti. Nantinya, besaran disesuaikan dengan gaji satu bulan kerja dan berdasarkan kesepakatan.
“Juga ada imbalan tambahan selain upah, di mana misalnya adalah ketika disepakati misalnya dalam bentuk THR, uang tambahan, uang pengganti istirahat, lembur, bonus dan lain-lain. Sekali lagi sesuai dengan kesepakatan antara PRT dan pemberi kerja,” kata Anis.
Anis menilai PRT selama ini mengalami keterbatasan untuk mendapat hak libur dan cuti. Sebab, sebagian besar mereka tinggal di rumah atau kediaman majikan.
Merujuk data organisasi buruh sedunia atau ILO, mayoritas atau sekitar 3,5 juta PRT tinggal di rumah majikan. Hanya 638 ribu yang pulang ke kediaman masing-masing. Sehingga, Anis mengusulkan agar RUU PPRT harus bisa mengakomodasi aturan tersebut.
“Sehingga ini juga akan menjadi suatu tantangan tersendiri dalam memastikan bagaimana hak cuti, bagaimana hak liburnya, bagaimana istirahatnya,” katanya.
(thr/wis)