DPR Garap Revisi UU Ciptaker Desember, RUU PPP Bisa di Prolegnas 2022
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengatakan pihaknya dan pemerintah bakal segera menggelar rapat kerja (raker) untuk menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-undang Cipta Kerja.
Ia memastikan kedua pihak bakal memperbaiki sejumlah poin yang menjadi catatan MK terkait UU Cipta Kerja.
“Catatan dari MK saja, itu yg harus kita fokus nanti. Nanti kita akan rapat dulu di DPR dengan pimpinan seperti apa, lalu kemudian kita akan rencana tanggal 6 [Desember] raker bersama pemerintah,” kata Willy saat dihubungi, Senin (29/11).
MK sebelumnya menolak sebagian gugatan UU Cipta Kerja yang diajukan sejumlah elemen buruh. Namun, MK memerintahkan pemerintah dan DPR untuk memperbaiki aturan itu, lantaran UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Terkait perbaikan itu, Willy menegaskan bahwa pembahasan tidak dilakukan dari awal. Menurutnya, perbaikan itu hanya yang menjadi catatan MK.
“Bukan dari awal. Mana yang menjadi catatan putusan MK saja, itu aja. Namanya perbaikan,” imbuh Willy.
Anggota Baleg Firman Soebagyo secara terpisah mengatakan Dewan akan menempuh sistem kumulatif terbuka untuk memperbaiki UU Cipta Kerja. Sehingga, pembahasan itu bisa dilakukan setiap saat.
“Kumulatif terbuka itu jelas bahwa bisa dibahas setiap saat tetapi harus masuk program legislasi nasional. Prolegnas itu nanti akan diputuskan di bulan Desember ini dan sekaligus untuk menentukan program legislasi nasional periode 2022 untuk jangka panjang dan jangka pendek,” ungkap dia.
Firman juga mengatakan pihaknya bakal mengajukan revisi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) menyikapi putusan MK yang sama.
“UU Cipta kerja ini dianggap inkonstitusional, karena kita tidak pernah mengenal namanya Omnibus Law di UU 12 Tahun 2011. Ini satu hal yang penegasan bahwa ini dianggap inkonstitusional,” kata dia, yang merupakan politikus Partai Golkar itu.
Menurut Firman, dalam UU PPP belum ada norma atau frasa yang mengatur mengenai omnibus law.
“Kita akan merevisi UU 12/2011. Di undang 12/2011 tata cara penyusunan undang-undang, pembentukan dan penyusunan undang-undang itu nanti kita akan normakan frasa omnibus law,” ujar politikus Partai Golkar itu.
“Artinya kalau sudah dimasukkan, maka ini menjadi konstitusional, persoalannya sudah selesai,” imbuhnya menambahkan.
Oleh karena itu, pihaknya bakal memasukkan RUU PPP ke dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas tahun 2022.
“Ini menjadi tugas pemerintah dan pemerintah sedang menyusun itu dan insyaallah kita akan tahapan-tahapan, Desember ini kita akan menyusun program legislasi nasional untuk 2022 jangka panjang dan jangka menengah dan itu nanti akan kita masukkan ke program legislasi nasional,” tuturnya.
Firman juga mengklaim putusan MK itu tidak membatalkan satu pasal pun UU Cipta Kerja. “Hanya menyempurnakan apa yang jadi kekurangan, bukan membatalkan pasal-pasal yang lain seperti yang diharapkan publik. Supaya ini kita junjung tinggi, karena ini amar putusan MK,” dalihnya.
MK sebelumnya menolak sebagian gugatan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang diajukan sejumlah elemen buruh. Namun, Mahkamah memerintahkan pemerintah dan DPR untuk memperbaiki dalam jangka waktu dua tahun ke depan.
Apabila dalam ketentuan waktu itu tidak menyelesaikan perbaikan, maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.
(dmi/arh)