DPR Setujui RUU Kejaksaan, Usia 23 Tahun Bisa Jadi Jaksa



Jakarta, Indonesia —

Komisi III DPR RI bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kejaksaan Agung, dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyepakati hasil revisi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Kesepakatan itu diambil dalam Rapat Kerja yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (6/12). Selanjutnya, hasil revisi UU Kejaksaan akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan.

“Terima kasih, hadirin yang kami hormati pemerintah sudah sampaikan pendapat akhirnya, fraksi-fraksi sudah sampaikan pendapat akhirnya, kami memohon persetujuan untuk membawa nanti naskah ini ke dalam rapat paripurna terdekat, setuju?” tanya Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto kepada anggota yang hadir.

“Setuju,” jawab anggota yang menghadiri rapat tersebut.

Poin-poin Substansi Revisi

Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir membeberkan sejumlah poin krusial yang tertuang dalam revisi UU Kejaksaan.

Dalam ketentuan umum, menurutnya, ada sejumlah substansi revisi. Pertama, Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan UU.

Poin revisi dua, jaksa adalah PNS dengan jabatan fungsional yang memiliki kekhususan dalam melaksanakan tugas fungsi dan kewenangannya berdasarkan UU.

Poin revisi tiga, penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang UU ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim dan wewenang lain yang berdasarkan UU.

“Keempat, penuntutan adalah tindakan penuntutan umum untuk melimpahkan perkara pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana dengan permintaan yang harus diperiksa dan diputus bersalah oleh hakim di sidang pengadilan,” imbuhnya.

Dia melanjutkan, poin krusial selanjutnya terkait dengan usia minimal jaksa. Menurut Adies, ada perubahan yang harus menyesuaikan pergeseran dunia pendidikan.

Adies menjelaskan, semakin cepat dan semakin mudah dalam menyelesaikan pendidikan sarjana, sekaligus memberikan kesempatan karir yang lebih panjang.

Panja menyepakati syarat usia menjadi jaksa menjadi berumur paling rendah 23 tahun dan paling tinggi 30 tahun. Sebelumnya syarat usia Jaksa adalah minimum 25 tahun dan maksimum 35 tahun. 

Penekanan ketiga menyangkut lembaga pendidikan khusus Kejaksaan. Pasal 9a merupakan ketentuan tentang penguatan SDM untuk meningkatkan profesionalisme Kejaksaan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

Hal itu dapat diwujudkan melalui pembentukan lembaga khusus kejaksaan yang berfungsi sebagai sarana pengembangan pendidikan di bidang profesi akademik keahlian dan kedinasan.

Poin revisi empat, penugasan jaksa pada instansi lain pada Kejaksaan. Menurutnya, pihaknya merasa perlu memberikan ketentuan penyesuaian terhadap penugasan jaksa kepada instansi lain selain Kejaksaan.

“Penugasan ini bermanfaat untuk menambah wawasan pengetahuan pengalaman dan suasana baru bagi jaksa yang ditugaskan,” ujar dia.

Poin lima, perlindungan jaksa dan keluarganya. Penyesuaian standar perlindungan jaksa dan keluarganya di Indonesia sesuai standar perlindungan profesi jaksa yang diatur di dalam UN Guidelines on the Role of Prosecutors dan Internasional Association of Prosecutors (IAP).

Politikus Golkar itu berkata, hal ini merupakan materi muatan yang diatur dalam perubahan UU Kejaksaan ini pada Pasal 8a. Hal tersebut mengingat Indonesia telah bergabung menjadi anggota IAP sejak tahun 2006.

Poin revisi enam menyangkut perbaikan ketentuan pemberhentian jaksa. Panja menyepakati perubahan batas usia pemberhentian jaksa dengan hormat diubah pada Pasal 12 UU ini yang semula 62 tahun menjadi 60 tahun.

“Selain itu UU ini juga mengatur mengenai perbaikan ketentuan pemberhentian jaksa dengan tidak hormat,” ujar dia.


Tugas dan Wewenang Jaksa Masuk Poin Krusial Kesepuluh yang Direvisi


BACA HALAMAN BERIKUTNYA



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *