Drainase dan Koordinasi Lembaga Kacau



Jakarta, Indonesia —

Begitu parah banjir di Malaysia sejak pekan lalu, seorang pejabat sampai-sampai menyebutnya bencana “sekali dalam seratus tahun.” Namun menurut pakar, banjir seperti ini kerap terjadi dalam dua dekade belakangan akibat kekacauan drainase dan koordinasi pemerintah.

Kekacauan penanggulangan banjir di Malaysia ini sudah menjadi perhatian para pakar internasional sejak lama. Kantor Koordinasi Masalah Kemanusiaan PBB (OCHA) bahkan merilis dokumen analisis mereka yang bertajuk Malaysia: Disaster Management Reference Handbook.

Dalam analisis yang dirilis di situs resmi mereka pada 2019 lalu itu, OCHA membahas bahwa Malaysia terus mengalami banjir parah sejak 2003. Mereka mencatat, banjir terparah terjadi pada 2006, 2007, 2010, 2014, dan 2017.

“Malaysia memegang persentase populasi tertinggi (67 persen) yang terpapar banjir di antara negara-negara ASEAN (antara Juli 2012 dan Januari 2019) sebagaimana dilaporkan Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan ASEAN pada Maret 2019,” demikian kutipan analisis tersebut.

Sejumlah pakar menganggap banjir parah di Malaysia ini terus berulang setidaknya karena dua masalah inti, yaitu kekacauan pada koordinasi pemerintah dan sistem drainase yang buruk.

Kacau balau koordinasi pemerintah

Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob, sendiri mengakui kekurangan dalam sistem koordinasi penanganan banjir yang sudah melanda Negeri Jiran sejak pekan lalu itu.

“Saya tak menyangkal [kekurangan] itu dan akan memperbaikinya di kemudian hari. Tanggung jawab bukan hanya di tangan pemerintah, tapi juga negara bagian dan para petugas di garda depan,” ujar Ismail, sebagaimana dilansir The Straits Times.

Ia kemudian berkata, “Badan Manajemen Bencana Nasional (NADMA) hanya bisa mengoordinasikan. Jika itu dinilai sebagai kelemahan koordinasi, saya tak bisa membela siapa pun dalam situasi ini. Bagi saya, semua orang harus bertanggung jawab.”

Mantan Kepala Malaysia Digital Economy Corp (MDEC), Rais Hussin, dan peneliti dari Universitas New South Wales, Ameen Kamal, membahas carut marut koordinasi pemerintah ini dalam tulisan opini bersama mereka di The Sun Daily.

Dalam tulisan itu, mereka membahas betapa pemerintah tak siap merespons banjir, padahal Malaysia sudah diguyur hujan parah dua bulan sebelumnya. Selain itu, mereka juga membahas panggung politik Malaysia yang sangat cepat berubah.

“Pemerintahan jangka pendek bisa berarti ingatan jangka pendek juga. Perintah berdasarkan hierarki yang datang dari kepala kementerian yang kerap berganti karena politik itu dapat mengganggu efisiensi,” tulis mereka.

“Karena itu, meski Malaysia punya sejarah panjang banjir, tak ada implementasi kebijakan berkelanjutan, yang pada akhirnya melemahkan koordinasi operasional. Setiap bencana menjadi ajang pembelajaran baru.”

Lebih rinci, mereka menyoroti kekacauan koordinasi dari badan pusat, seperti NADMA, dengan lembaga-lembaga di negara bagian. Menurut mereka, perintah dari NADMA kerap kali diabaikan.

“Peringatan dini dari badan-badan pemantau, seperti MetMalaysia dan DID tak akan berguna jika koordinasi antara badan pemerintah pusat dan daerah gagal. Dalam hal ini, penting bagi politikus untuk tak mempolitisasi pencegahan dan manajemen bencana,” tulis mereka.


Karut Marut Drainase Malaysia Perburuk Banjir Negeri Jiran


BACA HALAMAN BERIKUTNYA



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *