Dukungan Orang Tua Sebagai Kunci Sukses Vaksin Covid Anak 6-11 Tahun



Jakarta, Indonesia —

Pemerintah berharap vaksinasi Covid-19 untuk anak usia 6-11 tahun dapat turut mendukung terciptanya kekebalan komunal atau herd immunity. Dimulai pada pertengahan Desember lalu, peminat vaksin disebut bertambah banyak.

“Oleh karena itu peran orang tua sangat diperlukan,” kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu.

Pelaksanaan vaksin untuk anak itu telah dimulai dari wilayah dengan cakupan vaksinasi dosis pertama di atas 70 persen dan vaksinasi lansia di atas 60 enam. Kick off dilakukan di 115 kabupaten/kota, dan akan terus bertambah.

Berdasarkan pantauan pada seminggu terakhir, sudah lebih dari 500 ribu anak yang tervaksinasi. Adapun jumlah itu dinilai masih jauh dari sasaran 26,5 juta anak.

“Namun ini baru minggu pertama dan peminatnya makin banyak, diharapkan akan berjalan lancar ke depannya,” ujarnya.

Maxi menambahkan, penting bagi orang tua untuk memahami tujuan vaksinasi demi mencegah masuknya virus. Menurutnya banyak penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Bila sakit bisa dicegah otomatis, kata dia, maka hal tersebut bisa mencegah angka kematian.

“Vaksinasi anak sekolah, maka saat dia pulang ke rumah, maka aman, terutama jika ada kakek-nenek di rumah. Apalagi saat ini sudah ada pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas, jadi lebih baik anak-anak divaksinasi,” katanya.

Adapun vaksin yang digunakan untuk anak adalah vaksin Sinovac yang sudah mendapat EUA (izin penggunaan darurat dari Badan POM) dan disetujui ITAGI. Vaksinasi anak itu dilakukan di sejumlah fasilitas layanan kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit, juga sejumlah sentra vaksinasi, termasuk sekolah.

“Justru diharapkan bisa dilakukan vaksinasi di sekolah, dalam hal ini Kemenkes bekerja sama dengan Kemendikbud. Serta dengan Kemenag, untuk sekolah berbasis keagamaan dan yayasan-yayasan,” ujar Maxi.

Selain itu, pelaksanaan vaksinasi anak usia 6-11 tahun dibantu Pemda, TNI Polri, juga pemangku kepentingan lain seperti pihak swasta dan organisasi keagamaan. Tak kalah penting, Maxi menegaskan, adalah peran para orang tua dan masyarakat dalam menyampaikan informasi yang benar serta melawan hoaks.

Dia menekankan, jika lebih baik bila vaksinasi di sekolah juga menghadirkan orang tua agar bisa menyaksikan.

“Nantinya anak-anak yang sudah divaksin bisa menjelaskan ke anak lain, demikian juga orang tua yang anaknya sudah divaksin, bisa berbagi dengan orang tua lain yang anaknya belum divaksin,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Sri Rezeki Hadinegoro menjelaskan alasan mengapa anak-anak perlu diberikan vaksin Covid-19.

“Kalau kita lihat, anak-anak usia 6-11 tahun kalau kena Covid cenderung ringan atau tanpa gejala. Namun Covid juga bisa menyebabkan gejala berat dan harus dirawat terutama anak dengan komorbid, misalnya penyakit jantung bawaan, diabetes dan asma,” ujarnya.

Sri menambahkan, meski gejala klinis COVID-19 pada anak ringan, namun anak-anak ini tetap bisa menularkan virus ke orang-orang sekitar, termasuk kepada anggota keluarga lansia.

“Bila kakek-nenek dengan komorbid belum divaksin maka bila terinfeksi COVID bisa berbahaya. Jadi vaksinasi pada anak ada keuntungan untuk diri sendiri dan orang lain. Apalagi anak-anak bersiap PTM, maka vaksinasi perlu dilakukan. Anak-anak ini harus imun supaya tidak tular-menular,” ujarnya.

Dia mengatakan untuk mencapai herd immunity, perlu digencarkan vaksinasi 70 persen dari sasaran vaksinasi atau 40 persen dari populasi, termasuk anak. Selain itu, Sri menegaskan penerapan prokes 5M dan vaksinasi harus dikerjakan bersama, guna meminimalisasi penularan. Terkait hal ini, ia juga menjelaskan risiko anak menjadi super spreader.

“Ada anak lucu digendong-gendong, dicium-cium padahal OTG sehingga bisa menular ke orang lain. Dengan menjalankan Prokes dan vaksinasi maka penularan akan minimal. Kalau sakitnya ringan, maka angka kematian bisa ditekan. Kalau ada penyakit yang menyebabkan orang meninggal artinya masih ada masalah,” katanya.

Terkait lokasi vaksinasi, ia menyebutkan, ada alasan mengapa vaksinasi anak usia 6-11 tahun sebaiknya dilakukan di sekolah, sebagaimana program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) yang biasa dilaksanakan pada Oktober-November. Hal itu disebut berhubungan dengan kondisi psikologis anak.

“Di sekolah suasananya beda daripada vaksinasi dikerjakan di rumah sakit. Apalagi lihat anak-anak lain disuntik tidak menangis, maka anak akan malu jika menangis. Selain itu ada guru yang sudah dikenal, ayah ibunya bisa menunggu. Selain itu anak-anak bisa diatur kedatangannya, jangan bergerombol. Sekolah harus menyediakan sarana jika terjadi emergensi, misalnya oksigen dan infus set, serta ada guru UKS yang bertanggung jawab terhadap anak-anak yang sakit,” tuturnya.

Sri juga mengingatkan pentingnya mengejar imunisasi rutin setiap tahun pada anak, yang selama pandemi Covid diakui tertinggal karena segenap sumber daya dikerahkan untuk mengatasi pandemi. Karena itu, ia mendorong orang tua untuk memastikan kembali jadwal Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Dia menjelaskan, vaksin Covid-19 dan imunisasi rutin dapat dilakukan selang dua minggu. Bagi anak yang memiliki alergi, Sri menganjurkan orang tua untuk memvaksinasi anaknya di fasyankes yang memiliki peralatan lengkap, sehingga jika ada reaksi pasca vaksinasi bisa selekasnya ditangani.

(rea)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *