Surabaya, Indonesia —
Tangan mantan narapidana kasus terorisme (napiter) Hisyam bin Ali Zein alias Umar Patek tidak berhenti menyalami puluhan orang yang datang. Senyum ramahnya terus mengembang, sambil sesekali berbicara dan foto bersama para tamu.
Patek menerima para tamu di salah satu ruang sebuah restoran dengan nuansa gelap berhias batu dan logam. Nama restoran berbalut bar itu, Hedon Estate Surabaya. Kesan mewah sangat terasa dari tata ruang tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usai bersalaman dengan Patek, tamu-tamu mencicipi kopi yang disajikan, kemudian mengambil duduk di kursi dan sofa yang berjejer. Mereka akan menyaksikan grand launching produk ‘Kopi Ramu’ racikan Patek, Selasa (3/6) malam.
Beberapa tokoh bergantian menyampaikan sambutan, mulai dari mantan Kepala Densus 88 Antiteror Polri Komjen Marthinus Hukom yang dulu memburu Patek, hingga seorang pengusaha drg David Andreasmito. Nama kedua merupakan mentor Patek dalam berbisnis.
Di akhir sambutan para tokoh tersebut, Patek yang sempat menghilang di tengah acara, tiba-tiba muncul dengan kemeja polo putih, celana hitam, lengkap dengan apron barista dan sepatu sport necis. Tepuk tangan tamu yang hadir mengiringinya berjalan dari lantai dua Hedon Estate, menuju ke panggung.
Masa-masa sulit
Patek kemudian mulai menceritakan awal mula ia bisa berbisnis kopi. Hal itu berawal dari masa sulitnya saat bebas bersyarat dari Lapas Porong Sidoarjo, Desember 2022 lalu. Patek mengaku ketika itu dia sulit mendapat pekerjaan, karena statusnya sebagai eks narapidana kasus terorisme (napiter).
“Sejak saya bebas dari penjara 7 Desember 2022, saya luntang-lantung mencari kerja kesana kemari tidak ada yang mau menerima saya, tidak ada satupun yang mau menerima selaku mantan napiter,” kata Patek memulai ceritanya.
Patek dikenal sebagai salah satu militan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI). Dia berperan dalam serangan teroris besar, termasuk Bom Bali tahun 2002 yang menewaskan lebih dari 202 orang, serta aksi teror bom lainnya.
Patek dianggap sebagai salah satu teroris paling dicari di Asia Tenggara karena keterlibatannya dalam serangan tersebut dan hubungannya dengan kelompok JI yang berafiliasi dengan Al-Qaeda.
Setelah buron selama bertahun-tahun dan pelarian ke beberapa negara Patek akhirnya ditangkap di Kota Abbottabad, Pakistan, akhir Januari 2011. Dia kemudian diekstradisi ke Indonesia dan diadili atas perannya dalam serangan Bom Bali.
Patek divonis hukuman 20 tahun penjara pada tahun 2012 oleh pengadilan. Namun, pada Agustus 2022, dia menerima pengurangan hukuman atau remisi untuk bebas bersyarat.
Dia lalu resmi dibebaskan pada Desember 2022 setelah menjalani sekitar 10 tahun masa hukumannya, usai menyatakan ikrar setia ke NKRI, berperilaku baik selama di penjara dan partisipasi dalam program deradikalisasi.
“Tapi stigma [eks napiter] itu terus melekat,” ujar Patek.
Memulai bisnis kopi
Hingga dua bulan setelah dia bebas, seorang pengusaha cum dokter, drg David Andreasmito mencoba mencari keberadaan Patek dan berusaha menghubunginya. David disebut bersimpati pada Patek dan ingin menawarkan kesempatan bekerja.
“Pada awal Januari 2023, dokter David mencari saya. Hingga akhirnya saya dipertemukan di Hedon Estate ini. Saya ditanya ‘kerja apa sekarang?’ saya bilang saya tidak punya kerja. ‘Keahlian apa yang kamu miliki?’ saya tidak punya keahlian,” ucap dia.
Mendengar kesulitan itu, David kemudian ingin membantu. Suatu ketika David berkunjung ke Rumah Patek di Porong, Sidoarjo. Saat itu Patek menyuguhkan kopi rempah racikan khas ibunya. David kemudian tertarik dan ingin mengembangkannya menjadi sebuah produk yang dipasarkan.
“Sampai akhirnya, beliau datang ke rumah saya, dan saya suguhi kopi dan disitulah beliau merasa suka dan menyuruh saya buatkan kopi yang seperti ini. Dan kemudian disitulah dokter David menawarkan ‘kita jual kopi kamu ini ke kafe saya, saya punya pelanggan’,” tutur Patek menirukan David.
Tapi membangun bisnis, apalagi bagi napiter seperti Patek tak semudah membalik telapak tangan. Patek masih tak percaya diri. Dia lantas berusaha menjauh dan menghindar dari David. Alasannya, ia takut nama dan bisnis David tercoreng olehnya, karena statusnya sebagai eks napiter.
“Saya waktu itu menolak, terus menolak, saya waktu itu berfikir efek ke bisnis dokter David, beliau menerima saya bukan tanpa risiko, saya khawatir bisnisnya dia jatuh atau dimusuhi oleh teman-temannya, karena menerima saya yang statusnya sebagai mantan teroris,” ucap Patek.
Namun karena dukungan David dan semangat Patek ingin mengubah hidup, Patek akhirnya resmi meluncurkan produk ‘Kopi Ramu’ dengan empat varian. Antara lain kopi rempah, kopi signature, kopi tubruk dan kopi ijen.
“Kata ‘Ramu’ itu kalau dibaca dari belakang jadi ‘Umar’. Dulu saya meramu bom, sekarang saya meramu kopi,” kata Patek, dengan percaya diri.
Selain merintis bisnis kopi dan aktif dalam program deradikalisasi, Patek juga tengah menekuni kegemaran barunya, yakni fotografi makro. Fotografi makro adalah jenis fotografi yang fokus pada pengambilan gambar dari jarak sangat dekat untuk menunjukkan detail. Objek fotografi ini biasanya berupa serangga, bunga atau benda-benda mini lainnya.
Patek kemudian memamerkan beberapa foto hasil jepretannya. Seperti potret katak, kupu-kupu, laba-laba dan beberapa jenis serangga lainnya. Hasil jepretannya indah, detailnya fokus, warna-warninya cerah dan bungah.
“Fotografi yang saya sukai itu genre fotografi makro,” kata Patek kepada Indonesia.com.
Patek mengaku awal kali ia tertarik dengan fotografi makro adalah saat dia melihat liputan Indonesia yang berjudul ‘Seni Berburu Foto Serangga’. Dia mengaku terkesan, objek kecil ternyata bisa diabadikan hanya dengan kamera ponsel dengan bantuan tambahan lensa.
“Awal kali saya tertarik dengan fotografi makro itu ketika saya melihat, ketika saya masih di dalam penjara menonton TV tayangan Indonesia yang meliput tentang fotografi makro menggunakan handphone dengan lensa tambahan yang dijepit di kamera belakang,” ucapnya.
Lalu saat Indonesia meliput ke Lapas Porong tempatnya dihukum, Patek kemudian bertanya soal fotografi makro ke jurnalis tersebut. Dia pun makin tertarik. Selepas bebas bersyarat dari penjara pada 2022, Patek akhirnya benar-benar mempelajari hobi barunya itu
“Akhirnya ketika saya bebas dari penjara, di situlah saya mulai mencari lensa bongkaran itu. Dan kemudian saya berusaha mulai mempraktikkan, belajar, belajar, belajar. Sampai akhirnya saya masuk ke dalam satu komunitas,” ujarnya.
Bergabung dengan komunitas fotografi makro ini membuat Patek banyak mengunjungi hutan-hutan atau taman nasional di sejumlah daerah. Di momen itu, Patek mengaku banyak dibantu rekan komunitasnya, bahkan yang beragama Nasrani.
“Saya memotret ini malam hari di hutan Baturraden, selama satu minggu saya berada di Purwokerto saya menginap di rumah sahabat saya yang [beragama] Nasrani, satu minggu saya di situ, di rumah beliau,” ucap dia.
Patek akhirnya sadar, bahwa ia tak hanya sedang belajar soal mencapai fokus pada fotografi makro, dia ternyata juga berkesempatan memahami kemanusiaan, menghargai perbedaan, dan menjalani keseharian di tengah keberagaman. Nilai-nilai hidup itulah yang dulu dilihat Patek dengan samar dan buram.
“Saya sudah tidak melihat batas agama, ras, suku, semua saya lalui, mereka sangat welcome menerima saya. Mereka sangat baik menerima saya, bahwa mentor saya [dokter David] seorang nasrani, tapi dia tidak mau memandang kisah dan masa lalu saya, semua kita bersahabat, semua kita anak bangsa Indonesia,” ujar Patek.
Kesempatan kedua
Mantan Kepala Densus 88 Antiteror Polri Komjen Marthinus Hukom yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI mengaku terkesan dengan transformasi Patek.
Marthinus mengingat upaya pengejaran eks napiter kelahiran 20 Juli 1966 ini bertahun-tahun lalu yang harus dilakukan dengan susah payah.
“Umar Patek ini saya kenal dia ketika namanya muncul dalam list pelaku Bom Bali tahun 2002, kebetulan saya yang pertama kali menemukan namanya Amrozi, dari gerakan itu ada seorang nama besar, seorang Umar Patek,” kata Marthinus.
Marthinus menyebut, nama Patek begitu ditakuti kala itu. Ia berkali-kali lolos dari pengejaran dan pengepungan di Filipina. Dia menjadi buron dunia internasional. Bahkan, Amerika Serikat menawarkan hadiah sebesar US$1 juta bagi siapapun yang bisa memberikan informasi keberadaan Patek.
“Kepalanya dibanderol sebesar Rp10 miliar, dia orang termahal di republik pada saat itu,” ucapnya.
Namun hari ini, kata dia, Patek diyakininya sudah sadar dan memahami nilai-nilai cinta kasih ke sesama manusia. Hal itu berkat program deradikalisasi yang dijalani serta bantuan dari drg David.
“Terima kasih dokter David dengan inisiatif sendiri tanpa dibantu negara, membangun suatu kedekatan dengan didasarkan cinta sesama manusia, dan hari ini kita melihat seorang Umar Patek yang baik,” kata dia.
“Mereka [eks napiter] yang dulunya berjuang membawa senjata, hari ini mereka berjuang untuk menegakkan kemanusiaan, cinta kasih, tanpa batas, tanpa tedeng aling-aling tembok-tembok imajiner keyakinan, jadi satu-kesatuan Indonesia,” lanjut Marthinus.
Sementara itu, pengusaha drg David yang mengajak Patek berbisnis, mengaku terkesan dengan kesungguhan mantan napiter ini dalam upaya memperbaiki hidup. David mengakui awalnya sempat takut saat pertama kali bertemu Patek.
“Saat pertama kali melihat Mas Umar, saya terus terang melihat sorot matanya, ini orang belum sembuh,” kata David bercerita.
Namun pada pertemuan-pertemuan berikutnya, David mulai merasakan dan meyakini bahwa Patek bisa berubah. Apalagi setelah mengetahui kesungguhan Patek yang ingin bekerja. Dia bahkan selalu menolak uang pemberian David.
“Saya harus tolong orang ini. Umar Patek tidak pernah mau saat saya kasih uang, dia bilang ke saya, ‘kasih saya pekerjaan’. Dia bisa jadi orang baik,” ucap dia.
David kemudian membimbing Patek untuk memulai bisnis kopi dari nol. Ia juga mengirim Patek belajar metode roasting atau pemanggangan biji kopi di Bondowoso, Jawa Timur. Hingga akhirnya, Patek bisa menemukan racikan kopinya sendiri.
“Kenapa saya kerjasama dengan Umar Patek, dia lebih dulu mencintai saya, dia tahu saya orang Kristen, saya non-muslim, tapi dia mau dekat dengan saya, bukan karena uang, dia dekat dengan saya karena dia bisa bercanda dan banyak ketawa saat sama saya, dan itu membuat saya bahagia,” pungkas David.
Maaf dari penyintas
Salah satu penyintas Bom Bali 2002, Chusnul Chotimah yang hadir dalam peluncuran Kopi Ramu terlihat begitu emosional saat bertemu Umar Patek. Ia meluapkan perasaan dan kesedihannya.
“Alhamdulillah, bapak [Patek] sekarang masih sehat dan diberi rezeki sama Allah yang banyak, saya mewakili penyintas, bapak lihat kan luka saya 70 persen luka bakar, kami sebenarnya sulit memaafkan,” kata Chusnul, persis di depan Patek.
Chusnul mengaku banyak menghadapi kesulitan usai menjadi korban Bom Bali 2002 silam. Ia harus puluhan kali menjalani operasi dan terapi bahkan sampai ke Australia.
Hidupnya jadi bergantung pada bantuan yayasan dan utang. Hal itu lah yang membuat dia sulit memaafkan pelaku teror Bom Bali, termasuk Patek. Namun, berkat bimbingan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang memberikannya konseling serta pendampingan psikologi, Chusnul akhirnya mau memaafkan Patek atau pelaku teror Bom Bali lainnya.
Dia juga berharap agar bisnis kopi yang sedang dirintis Patek sukses. Agar kelak, Patek bisa membantu kehidupan para penyintas.
“Saya sendiri akhirnya menyadari dan memaafkan perbuatan bapak dan Alhamdulillah sekarang bapak sudah berubah jadi orang yang baik. Dan saya berharap jika bapak ini berhasil, tolonglah intip sedikit kehidupan kami, bantu kami, bantu anak-anak kami, bukan dalam uang, tapi pekerjaan,” pungkas Chusnul. (frd)