Ekosistem Penelitian di Indonesia Belum Mendukung




Jakarta, Indonesia

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie bicara soal ekosistem penelitian di Indonesia. Ia menilai sejauh ini ekosistem penelitian di Tanah Air belum mendukung sepenuhnya para ilmuwan.

Stella mengatakan salah satu kendala terbesar yang dihadapi oleh perguruan tinggi di Indonesia dalam mengembangkan penelitian adalah kurangnya ekosistem yang memadai. Stella menjelaskan meski tridharma perguruan tinggi menuntut dosen untuk melakukan penelitian, kenyataannya prioritas utama para dosen saat ini masih berfokus pada pengajaran.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Ini terjadi demikian karena di dalam ekosistem kita, pengajar kita, walaupun kita memang ada tridharma, itu tidak ditekankan untuk melakukan penelitian. Nah, dan juga tidak difasilitaskan untuk melakukan penelitian. Itulah yang menjadi kebanyakan kalau kita pikirkan dosen itu apa, dosen itu nomor satu mengajar,” tutur Stella saat berbincang dengan Indonesia.com di Gedung Transmedia, Jakarta, Rabu (23/10).

Selain itu, ia menyoroti kurangnya fasilitas dan dukungan untuk penelitian. Banyak dosen terbebani dengan tugas administratif yang cukup besar. Hal ini mengurangi waktu mereka untuk melakukan penelitian.

“Yang harus kita memberikan upaya itu bagaimana supaya dosen-dosen kita itu juga berkurang beban administrasinya hingga mereka bisa berfokus terhadap yang mereka memang sangat ahli. Untuk melakukan penelitian-penelitian dan mengajar dari hasil penelitian-penelitian tersebut,” jelas dia.

Stella mengusulkan agar prioritas dosen berubah, dengan penelitian sebagai tugas utama sementara pengajaran didasarkan pada hasil penelitian. Menurutnya hal ini akan membuat proses belajar mengajar di perguruan tinggi lebih relevan dengan perkembangan terbaru di bidang sains dan teknologi.

Geser fokus perguruan tinggi

Dalam acara Newsroom  Indonesia TV, Stella juga sempat mengutarakan pentingnya pergeseran fokus perguruan tinggi di Indonesia agar lebih berfokus pada penelitian.

Stella menekankan kualitas suatu universitas tidak hanya bergantung pada pengajarannya, tetapi lebih pada kemampuan menghasilkan penemuan baru di bidang sains dan teknologi.

“Kualitas suatu universitas itu justru dengan bagaimana universitas itu bisa menghasilkan penemuan-penemuan baru di bidang sains dan teknologi. Nah ini yang memang sementara ini kita masih kurang.” ujar Stella.

Dalam kesempatan lain, Stella menjelaskan alasan penelitian di universitas masih kurang. Hal ini disebabkan karena persepsi umum yang salah mengenai pendidikan tinggi. Menurutnya pendidikan tinggi itu seperti SMA namun lebih sulit. Pemahaman ini harus segera diubah.

Pendidikan tinggi, lanjutnya, tidak hanya mengajarkan ilmu yang sudah ada, tetapi juga menuntut mahasiswa dan dosen untuk menciptakan pengetahuan baru.

“Waktu kita SD, SMP, SMA kita belajar ilmu yang sudah ada, kita serap agar kita mengetahui dasarnya. Tetapi pada pendidikan tinggi itulah tugas kita di mana kita akan belajar supaya kita bisa membuat sains dan teknologi yang baru. Jadi dari pengajarnya, dari para dosen-dosennya sampai ke mahasiswa-mahasiswanya itu harus bersama bagaimana kita bisa membuat sesuatu yang baru.” jelas Stella.

Wakil menteri lulusan Harvard ini juga menekankan bahwa meskipun masih banyak kekurangan, potensi untuk memperbaiki situasi masih tetap ada. Stella percaya dengan kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak, sistem pendidikan tinggi di Indonesia dapat lebih produktif dalam menghasilkan inovasi.

“Ini kita harus bersama dan tugasnya ini memang berat, tapi kami yakin bahwa ini bisa kita kerjakan bersama.” ujarnya.

Hibah penelitian, solusi atasi kendala anggaran

Selain permasalahan ekosistem, dia juga berbicara tentang anggaran penelitian di Indonesia yang dinilai belum memadai.

Stella menyoroti meskipun anggaran untuk penelitian tersedia, tetapi sistem pendanaan yang ada saat ini tidak efisien karena peneliti dibebani dengan persyaratan administratif yang rumit.

“Kita tidak punya sistem grant [hibah]. Kalau kita menggunakan APB Negara, kita tidak bisa langsung dihibahkan. Jadi harus ada banyak laporan, karena itu menjadi beban yang berat, administrasi yang berat untuk sang peneliti,” tuturnya.

Menurut Stella, jika sistem itu diubah, peneliti akan dapat lebih fokus pada penelitian tanpa harus menghabiskan banyak waktu untuk urusan administratif.

“Kalau kita itu bisa diubah, itu akan jauh lebih efisien. Bahkan dengan uang yang sama, sang peneliti bisa menggunakan waktunya jauh lebih efisien dan tidak ada beban. Karena beban administrasi untuk peneliti itu berat. Jadi itu harus diperhatikan sekali,” ucapnya.

(lom/wnu/dmi)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *