Eksplorasi Patah Hati yang Paripurna dalam Red (Taylor’s Version)



Jakarta, Indonesia —

Taylor Swift memberikan kejutan di luar ekspektasi untuk album rekam-ulang keduanya, Red (Taylor’s Version). Beruntung, kejutan itu membuat album ini jauh lebih menakjubkan dan paripurna dari versi rilisan pada 2012 lalu, Red.

Kejutan itu bukan hanya karena materi baru yang ditambahkan dalam album ini, tetapi bagaimana Swift mencoba menantang definisi album rekam ulang yang dipahami secara awam: sama persis dengan versi yang direkam-ulang.

Dalam Red (Taylor’s Version), Swift mengembangkan materi yang ada menjadi lebih modern namun tetap terasa klasik pada saat yang bersamaan.

Pada perilisan Fearless (Taylor’s Version) April lalu, Taylor Swift memberikan gambaran akan seperti apa album rekam-ulang yang dia lakukan demi mendapatkan hak kepemilikan atas master enam album pertama dalam kariernya.

Dalam album rekam-ulang pertama Swift itu, ia bak ‘copy-paste’ album Fearless (2007). Hanya bagi mereka yang jeli dan penggemar sejati yang bisa membedakan versi rekam-ulang dan original, mulai dari vokal hingga beberapa sentuhan kecil di dalam lagunya.

Kini, Taylor Swift bertindak lebih berani di luar penilaian vokalnya yang sudah pasti berbeda dibandingkan pada 2012 lalu. Bersama produser Christopher Rowe, yang sebagian besar menggarap ulang lagu-lagu dari album Red (2012), Swift menambahkan banyak hal baru.

Hal baru itu mulai dari distorsi gitar listrik dan tabuhan drum yang lebih jelas pada awal pembukaan State of Grace dan mengentalkan suasana rock dalam lagu ini, drum yang lebih menggebuk pada Red, lalu efek-efek dramatis pada I Knew You Were Trouble.

Kemudian Swift melakukan perubahan pada sebagian melodi dan menambah instrumen pada The Last Time, synthesizer yang dibuat lebih jelas pada Starlight, hingga melodi yang berubah drastis pada Girl At Home.

Beragam perubahan itu membuat saya terkesima dan menikmati album yang berdurasi setara dengan satu film panjang bioskop ini.

Padahal ketika Red (2012) rilis dulu, saya banyak melewatkan lagu dalam album ini. Mulai karena tidak terasa nyaman, hingga mengantuk. Jelas lagu-lagu dalam album Red (2012), kecuali All Too Well, tidak masuk dalam playlist saya saat berkendara.

[Gambas:Youtube]

Memang pada sejumlah lagu versi rekam-ulang, seperti 22, Never Ever Getting Back Together, dan Stay, Stay, Stay, tidak semenggigit versi aslinya. Hal ini pun bisa dianggap sebagai konsekuensi kondisi Swift yang lebih dewasa dibanding lagu-lagu yang menuntut emosi labil 20-an awal itu.

Meski begitu, keputusan Taylor Swift untuk melakukan banyak modifikasi dan lebih berani dalam mengeksplorasi tanpa harus terpaku dengan versi lama nomine Album of the Year ini sebenarnya bisa dipahami.

Pengalaman dalam mengeksplorasi musik untuk menjawab rasa penasaran atas melodi juga genre, dan kesuksesan folklore serta evermore yang membuahkan sahabat bermusik baru, rasanya menjadi alasan pendorong Swift dalam meracik Red (Taylor’s Version).

Dua album itu, adalah bukti nyata bahwa keberanian Swift untuk melangkah lebih jauh dalam hutan musik. Hasilnya pun dicintai bukan hanya oleh penggemar, melainkan mereka yang belum pernah mendengar karyanya selain dari single radio.

lanjut ke sebelah.. 

 

[Gambas:Youtube]


Review Album: Red (Taylor’s Version)


BACA HALAMAN BERIKUTNYA



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *