Firli soal Ambang Batas Presiden 20 Persen: Ujung-ujungnya Korupsi



Jakarta, Indonesia —

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sepakat ambang batas pencalonan presiden alias presidential threshold (PT) diturunkan dari 20 persen menjadi 0 persen agar menekan perilaku korupsi.

Menurutnya, angka ambang batas 20 persen saat ini telah membuat biaya politik menjadi mahali

“Kalau saya memandangnya begini, di alam demokrasi saat ini dengan presidential threshold 20 persen itu biaya politik menjadi tinggi. Sangat mahal. Biaya politik tinggi menyebabkan adanya politik transaksional. Ujung-ujungnya adalah korupsi,” kata Firli saat bertemu pimpinan DPD pada Selasa (14/12), sebagaimana siaran pers yang diterima Indonesia.com, Rabu (15/12).

“Kalau PT 0 persen artinya tidak ada lagi demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi,” lanjutnya.

Firli menegaskan korupsi harus menjadi musuh bersama bila ingin melakukan pemberantasan korupsi. Menurutnya, semua elemen dan lembaga harus satu suara alias tidak boleh bergerak sendiri-sendiri dalam pemberantasan korupsi.

Sementara itu, Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti menyampaikan pihaknya sedang menggugat soal presidential threshold 20 persen agar turun menjadi 0 persen.

Menurutnya, koalisi parpol pendukung pemerintah yang telah terbangun dengan melibatkan tujuh parpol berpotensi membuat capres mendatang hanya berasal dari tujuh parpol tersebut.

“Tentu saja tidak mungkin akan muncul calon presiden selain yang mereka ajukan. Bisa jadi kemudian yang ada calon boneka. Yang kalah pada akhirnya dapat posisi, Menteri Pertahanan atau Menteri Parekraf. Kayak gitu lah,” sindir La Nyalla.

Selain kompromi tak sehat, dia melanjutkan presidential threshold sebesar 20 persen juga berpotensi menyebabkan konflik yang tajam di masyarakat.

“Karena calonnya cuma dua. Membelanya sampai mati-matian. Yang terjadi kemudian berantem, berselisih. Dan itu masih terjadi sampai detik ini,” ujarnya.

“Padahal banyak sekali anak-anak bangsa yang mampu sebagai pemimpin. Tapi karena ada ambang batas itu jadi tidak bisa. Jadi tertutup sudah,” tambahnya.

Sebagai informasi, ambang batas pencalonan presiden di pasal 222 UU Pemilu selalu menarik perhatian. Pasal ini setidaknya sudah digugat 13 kali di Mahkamah Konstitusi. Namun, belum ada satu pun gugatan yang dikabulkan.

Dalam sepekan terakhir, ada tiga gugatan terkait pasal tersebut. Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono, serta dua Anggota DPD, yakni Bustami Zainudin dan Fachrul Razi, memohon MK untuk membatalkan pasal 222 UU Pemilu yang berisi aturan ambang batas pencalonan presiden.

Dalam uji materi terhadap pasal yang sama sebelumnya yang diajukan Rizal Ramli dan Abdulrochim, MK menolaknya dengan alasan tak ada kerugian konstitusional dari pemohon.

Pasalnya, Rizal tak bisa membuktikan, di antaranya, bahwa ambang batas itu membuat dirinya dimintai uang dalam jumlah besar oleh parpol sebagai biaya pencalonan.

Sementara itu, Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi mengatakan ambang batas presiden merupakan bentuk penghargaan kepada partai politik yang sudah berjuang di pemilu.

“Selain itu, jangan sampai Presiden terpilih nantinya tidak dapat dukungan di parlemen sehingga akan menghambat kebijakan yang dibuatnya,” kata dia, dikutip dari Antara.

Dia mengatakan sejauh ini belum ada rencana merevisi UU Pemilu sehingga ketentuan UU tersebut tetap berlaku sepanjang menyangkut pasal-pasal yang tidak dibatalkan MK.

(mts/arh)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *