Gelap Gulita Bak Dilempari Pasir


Lumajang, Indonesia —

Ahmad Samiludin (48), warga Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Lumajang, mengaku sempat tak menyadari Gunung Semeru erupsi, Sabtu (4/12). Yang ia tahu adalah kondisi perlahan menjadi gelap gulita saat sore hari.

Seperti diketahui Desa Sumberwuluh merupakan salah satu wilayah zona merah yang berpotensi terdampak erupsi Semeru. Saat kejadian Sabtu lalu, sejumlah dusun, yakni Dusun Kampung Renteng, Dusun Kajarkuning menjadi wilayah paling terdampak.

Mulanya, Ahmad tak sadar letusan terjadi. Ia hanya melihat asap putih membumbung tinggi. Ia mengira penyebabnya adalah kebakaran. Namun, lama kelamaan langit mulai menghitam.

“Awalnya saya kira kebakaran dekat rumah saya, tapi lama-lama langitnya jadi hitam,” kata Ahmad kepada Indonesia.com, Selasa (7/12)

Ia, yang semula di sawah, kemudian khawatir dan segera pulang ke rumah. Ahmad memacu kencang sepeda motornya. Perlahan, kondisi saat itu menjadi gulita. Jalanan bahkan tak terlihat. Padahal, waktu baru menginjak sore hari.

Lampu penerangan motornya tak menolong sama sekali. Ia bahkan sampai beberapa kali masuk ke selokan di sepanjang jalan Desa Sumberwuluh.

“Sampai sini sudah gelap, lampu itu sampai enggak menolong sama sekali. Saya sampai nyungsep ke selokan itu,” ujarnya.

Di sepanjang jalan, Ahmad merasa dirinya seperti dilempari pasir. “Seperti dilempari pasir, tapi saya enggak bisa lihat apa-apa. Sore pukul 15.30 WIB itu kayak malam hari,” ucapnya.




Ahmad Samiludin (48), Warga Desa Sumberwuluh saat erupsi Semeru terjadi, Sabtu (4/12) lalu. (Foto Arsip Ahmad SamiludinAhmad Samiludin (48), Warga Desa Sumberwuluh, saat erupsi Semeru terjadi, Sabtu (4/12). (Foto Arsip Ahmad Samiludin)

Tak lama jalanan pun ramai, para warga mulai berlarian untuk menyelamatkan diri, ada pula yang menggunakan motor.

“Sudah enggak karuan. Sudah teriak Allah, Allah, lari semua,” ucapnya.

Senada, Mar’i (35), warga Desa Sumberwuluh, mulanya tak menyadari bahwa Semeru tengah erupsi. Saat itu ia sedang bekerja. Tiba-tiba suasana menjadi gelap.

Ia langsung cepat-cepat pulang ke rumahnya yang berada tepat di sebelah Kantor Balaidesa Sumberwuluh, untuk menjemput ibunya untuk kemudian mengungsi.

“Waktu itu saya lagi kerja bangunan, di rumah orang di Dusun Kampung Renteng. Saya langsung pulang jemput ibu dan ngungsi,” kata dia.

Jika terlambat sedikit saja, mungkin dirinya bakal terjebak dan menjadi salah satu korban. Sebab rumah yang digarapnya nyaris terendam material lahar dingin.

“Jaraknya cuma 50 meter dari laharan [wilayah yang diterjang lahar dingin],” ucapnya.

Berdasarkan pengamatan Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Gunung Semeru di Pos Gunung Sawur, erupsi itu bermula dari getaran banjir lahar atau guguran awan panas mulai Sabtu (4/12) pukul 14.47 WIB.




Mar'i (35), Warga Desa Sumberwuluh zona merah erupsi Semeru.Mar’i (35), Warga Desa Sumberwuluh, sempat tak menyadari erupsi Semeru. (Foto: Indonesia/Farid)

Abu vulkanik dari guguran awan panas yang sangat jelas teramati dan beraroma belerang mulai mengarah ke Besuk Kobokan, pukul 15.10 WIB.

Akibatnya, laporan visual dari beberapa titik lokasi mengungkapkan terjadi kegelapan akibat kabut dari abu vulkanik.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan jumlah korban jiwa akibat erupsi Gunung Semeru, hingga Selasa siang (7/12), mencapai 34 orang. Selain itu, setidaknya ada 2.000 warga yang mengungsi.

(frd/arh)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *