Hakim Tolak Nia Ramadhani Sampaikan Pembelaan: Belum Saatnya



Jakarta, Indonesia —

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Muhammad Damis menolak permintaan terdakwa kasus penyalahgunaan narkotika, Nia Ramadhani menyampaikan pembelaan setelah Jaksa membacakan tuntutan. Hakim Damis menyatakan belum saatnya pembelaan itu dibacakan.

Mulanya, setelah Jaksa membacakan tuntutan kepada Nia dan suaminya, Anindra Ardhiansyah Bakrie alias Ardi Bakri, serta sopir mereka, Zen Vivanto, Damis bertanya apakah para terdakwa akan mengajukan pembelaan.

“Terhadap tuntutan pidana tersebut undang-undang memberikan hak kepada saudara bertiga untuk mengajukan pembelaan, silakan. Salah satu di antaranya,” kata Damis di ruang sidang PN Jakpus, Kamis (23/12).

Mendengar ini, sopir Nia, Zen menyerahkan pembelaan ke penasehat hukum. Sementara, Nia bertanya apakah ia boleh berpendapat.

“Saya boleh berpendapat gitu ya?” tanya Nia.

Damis lantas kembali menimpali Nia dengan pertanyaan mengenai apakah yang akan ia sampaikan. Ia menegaskan bahwa hakim meminta para terdakwa menyatakan sikap atas tuntutan Jaksa.

“Tentang apa, saya minta sikap saudara apakah saudara akan mengajukan pembelaan?” kata Damis.

“Iya. Saya mau sedikit pembelaan lisan,” kata Nia.

“Nanti, belum saatnya,” timpal Damis singkat.

Sementara itu, suami Nia, Ardi Bakrie menyatakan akan menyampaikan keberatan melalui kuasa hukum dan secara lisan.

Kuasa hukum para terdakwa, Wa Ode Nur Zainab kemudian menyatakan telah siap membacakan pembelaan jika Damis telah mengizinkan.

Menurut Wa Ode, karena kasus tiga terdakwa menjadi satu perkara, pihaknya sudah bisa menerka tuntutan Jaksa.

Namun, Damis tetap menolak. Ia menyilakan pembelaan itu disampaikan pada persidangan berikutnya. Menurutnya, jika pembelaan Nia dibacakan hari ini akan terjadi ketidaksesuaian jadwal persidangan PN Jakpus.

“Nanti saja kesempatan berikut, mengganggu agenda persidangan kami. Court kalender kami sudah susun nanti di dalam sistem kami itu ada ketidaksesuaian agenda persidangan. Kan gitu,” tutur Damis.

Mendengar hal ini, Jaksa sempat mengatakan mereka bersedia mendengarkan pembelaan dari Nia. Namun, hal ini dicegah oleh Damis.

Damis mengatakan pengajuan pembelaan dalam persidangan pasti dilakukan secara tertulis. Jika hanya secara lisan, maka tindakan itu bukan pembelaan melainkan permohonan.

“Jangan, kita bicarakan lebih lanjut,” kata Damis.

Damis lantas menyatakan sidang ditunda dan akan dilanjutkan pekan depan pada Kamis (30/12) dengan agenda pembacaan pleidoi dari para terdakwa.

“Persidangan diundur pada Kamis, 30 Desember 2021 dengan acara pembelaan bail dari terdakwa maupun tim penasehat hukum,” kata Damis sebelum menutup sidang.

Jaksa menuntut Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie, serta sopir pribadi mereka, Zen Vivanto untuk direhabilitasi di Rumah Sakit Rehabilitasi Cibubur selama 12 bulan.

Jaksa menilai Nia, Ardi, dan Zen terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri sebagaimana diatur Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

“Menuntut agar supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan putusan, memutuskan menyatakan Terdakwa terbukti bersalah melakukan tidak pidana turut serta penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri sebagaimana dakwaan,” kata Jaksa di ruang sidang M. Hatta Ali, PN Jaksel.

Nia dan Zen ditangkap di kediamannya di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan pada awal Juli lalu. Ardi Bakrie kemudian menyerahkan diri ke polisi setelah dihubungi Nia melalui telepon.

Jaksa kemudian mendakwa ketiganya telah menyalahgunakan narkotika golongan I jenis sabu.

Dalam surat dakwaan, Nia disebut memberikan uang Rp1,7 juta kepada Zen untuk membeli satu paket sabu beserta alat hisap. Para terdakwa lantas mengonsumsi sabu itu bersama-sama di rumah kediaman Nia dan Ardie di Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Jaksa lantas mendakwa Nia, Ardi, dan Zen didakwa melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam pidana maksimal 4 tahun penjara.

(iam/gil)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *