Hendry Lie Dituntut 18 Tahun Penjara & Uang Pengganti Rp1,6 T




Jakarta, Indonesia

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menuntut majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menghukum pemilik saham mayoritas atau Beneficial Ownership PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Hendry Lie dengan pidana 18 tahun penjara dan denda sejumlah Rp1 miliar subsider satu tahun penjara.

Hendry Lie dinilai telah terbukti terlibat dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 yang merugikan negara hingga Rp300,003 triliun.

Perbuatannya tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dakwaan primer.



ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 18 tahun dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan,” ujar jaksa Feraldy Abraham Harahap saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (22/5).

Hendry Lie yang sempat menjadi Bos Sriwijaya Air juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp1,6 triliun. Apabila ia tidak dapat membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.





“Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 10 tahun,” ucap jaksa.

“Atau apabila terpidana membayar uang pengganti dengan jumlah yang kurang dari kewajiban uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lama pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti kewajiban uang pengganti,” tambah jaksa.

Dalam pertimbangannya, jaksa menyebut Hendry Lie tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Perbuatan Hendry Lie telah menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, termasuk kerugian dalam bentuk kerusakan lingkungan yang sangat masif. Dia juga telah menikmati hasil tindak pidana.

“Hal meringankan: terdakwa belum pernah dihukum,” ucap jaksa.

Peran Hendry Lie

Hendry Lie disebut memerintahkan General Manager Operasional PT TIN sejak Januari 2017-2020 Rosalina dan Marketing PT TIN sejak tahun 2008-Agustus 2018 Fandy Lingga untuk membuat dan menandatangani surat penawaran PT TIN tanggal 3 Agustus 2018 tentang penawaran kerja sama sewa alat prosesing timah kepada PT Timah bersama smelter swasta lainnya, yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa dan PT Stanindo Inti Perkasa (SIP).

Hendry Lie bersama Rosalina dan Fandy Lingga melalui PT TIN dan perusahaan afiliasi yaitu CV Bukit Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati dan CV Semar Jaya Perkasa disebut telah melakukan pembelian dan atau pengumpulan biji timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah.

Hendry Lie juga memerintahkan Fandy Lingga yang mewakili PT TIN menghadiri pertemuan di Hotel Novotel Pangkal Pinang dengan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk periode April 2017-Februari 2020 Alwin Albar.Selain bertemu dua orang itu, ada juga pertemuan dengan 27 pemilik smelter swasta. 

Pertemuan itu membahas permintaan Mochtar Riza dan Alwin Albar atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta tersebut karena bijih timah yang diekspor oleh smelter-smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan di wilayah IUP PT Timah.

“Terdakwa Hendry Lie mengetahui dan menyetujui pembentukan perusahaan boneka atau cangkang CV Bukit Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati dan CV Semar Jaya Perkasa sebagai mitra jasa borongan yang akan diberikan surat perintah kerja (SPK) pengangkutan oleh PT Timah untuk membeli dan atau mengumpulkan bijih timah dari penambang ilegal dari wilayah IUP PT Timah yang selanjutnya dijual kepada PT Timah sebagai tindak lanjut kerja sama sewa peralatan prosesing antara PT Timah dengan PT Tinindo Inter Nusa,” ungkap jaksa dalam surat dakwaannya.

Selanjutnya, Hendry Lie bersama Rosalina dan Fandy Lingga melalui perusahaan afiliasi PT TIN menerima pembayaran bijih timah dari PT Timah. Bijih timah yang dibayarkan tersebut berasal dari penambangan ilegal dari wilayah IUP PT Timah.

Ketiga orang tersebut menerima pembayaran atas kerja sama sewa peralatan prosesing penglogaman timah dari PT Timah. Pembayaran tersebut, kata jaksa, terdapat kemahalan harga.

“Terdakwa Hendry Lie melalui Rosalina dan Fandy Lingga menyetujui permintaan Harvey Moeis (mewakili PT RBT) untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada Harvey Moeis sebesar 500 USD sampai dengan 750 USD per ton yang seolah-olah dicatat sebagai CSR dari smelter swasta yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa,” tutur jaksa.

Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga mengetahui dan menyepakati tindakan Harvey Moeis bersama smelter swasta lainnya melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait dengan sewa smelter swasta sehingga kesepakatan harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan atau kajian yang memadai atau mendalam.

Masih melalui Rosalina dan Fandy Lingga, Hendry Lie bersama smelter swasta lainnya melalui Harvey Moeis bekerja sama dengan PT Timah dengan menerbitkan surat perintah kerja di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah. Tujuannya untuk melegalkan pembelian bijih timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal IUP PT Timah.

Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga mengetahui dan menyetujui tindakan Harvey Moeis bersama sejumlah terdakwa lainnya untuk melakukan kerja sama sewa peralatan prosesing penglogaman timah dengan PT Timah yang tidak tertuang dalam RKAB PT Timah maupun RKAB 5 smelter beserta perusahaan afiliasinya.

“Terdakwa Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga yang mewakili PT Tinindo Inter Nusa bersama-sama Harvey Moeis, Mochtar Riza Pahlevi, Emil Ermindra dan Alwin Albar yang menyepakati harga sewa peralatan prosesing penglogaman sebesar 4.000 per ton USD untuk PT RBT dan 3.700 USD per ton untuk 4 smelter dengan kajian dibuat tanggal mundur,” ucap jaksa.

“Terdakwa Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga yang mewakili PT Tinindo Inter Nusa bersama dengan PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa mengetahui dan menyetujui Harvey Moeis dengan bantuan Helena selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange menerima biaya pengamanan yang selanjutnya biaya pengamanan tersebut diserahkan kepada Harvey Moeis,” pungkas jaksa.

(ryn/wis)


[Gambas:Video ]



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *