Ilmuwan Ragukan Temuan Tanda Kehidupan Planet K2-18b

Jakarta, Indonesia —
Sejumlah ilmuwan mulai meragukan klaim penemuan tanda kehidupan di planet K2-18b, yang sempat menarik perhatian dunia pada April lalu.
Tim peneliti dari Universitas Chicago menyatakan data yang menjadi dasar klaim tersebut belum cukup kuat dan terlalu banyak mengandung gangguan untuk bisa disimpulkan secara pasti.
K2-18b dikenal sebagai salah satu planet yang dianggap memiliki kondisi layak huni karena berada di zona yang memungkinkan adanya air cair.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Klaim tentang kemungkinan keberadaan molekul dimetil sulfida, yang di Bumi dihasilkan oleh kehidupan biologis, disebut ditemukan oleh tim peneliti dari Universitas Cambridge menggunakan data Teleskop Luar Angkasa James Webb.
Namun, hasil analisis ulang yang dilakukan tim Universitas Chicago menunjukkan sinyal yang dianggap sebagai dimetil sulfida itu bisa saja berasal dari molekul lain yang lebih umum.
“Kami menemukan bahwa data yang tersedia masih terlalu bising untuk mendukung klaim tersebut,” kata Rafael Luque, peneliti pascadoktoral UChicago sekaligus penulis utama studi ini, melansir Phys Org, Jumat (23/5).
“Belum cukup kepastian untuk mengatakan ya atau tidak,” imbuhnya lebih lanjut.
Peneliti menjelaskan teleskop luar angkasa tidak melihat planet secara langsung, tetapi menganalisis cahaya bintang yang melewati atmosfer planet saat planet melintas di depannya.
Perbedaan panjang gelombang yang diserap digunakan untuk memperkirakan kandungan molekul di atmosfer.
Namun, dalam kasus ini, banyak senyawa yang memiliki ciri serupa dengan dimetil sulfida, terutama senyawa karbon dengan tiga hidrogen, yang bisa menghasilkan sinyal yang sama.
“Apa pun yang memiliki satu karbon terikat tiga hidrogen bisa muncul di panjang gelombang itu,” ujar Michael Zhang, peneliti lain.
“Jadi bukan hanya dimetil sulfida. Ada banyak senyawa lain yang bisa menimbulkan sinyal serupa,” tutur dia.
Salah satu kandidat yang mungkin menjelaskan sinyal tersebut adalah etana, gas yang umum ditemukan di atmosfer planet seperti Neptunus dan tidak berhubungan dengan aktivitas biologis.
Caroline Piaulet-Ghorayeb, salah satu anggota tim, menekankan ilmuwan sebaiknya memulai analisis dari penjelasan paling sederhana terlebih dahulu.
“Molekul yang eksotis baru boleh dimasukkan ke dalam interpretasi kalau kita sudah benar-benar menyingkirkan semua kemungkinan yang lebih umum,” katanya.
Selain itu, data yang digunakan dalam klaim awal hanya berasal dari satu sesi pengamatan. Ketika data dari sesi lain, termasuk dari teleskop Hubble, turut dianalisis, sinyal keberadaan dimetil sulfida justru tampak jauh lebih lemah.
“Menjawab apakah ada kehidupan di luar tata surya adalah pertanyaan terbesar dalam bidang ini. Itu alasan kami meneliti planet-planet ini,” kata Luque.
“Kami ingin kemajuan besar yang sedang dicapai tidak tertutupi oleh klaim yang prematur,” ucapnya.
(del/pta)