Intensitas Hujan Tinggi, BRIN-BMKG Belum Ada Upaya Rekayasa Hujan



Jakarta, Indonesia —

TMC BRIN dan BMKG mengatakan sejauh ini pihaknya belum menerima perintah pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk merekayasa hujan oleh lembaga terkait.

Pernyataan Peneliti Madya Kelompok Pelaksana Fungsi Pengelolaan TMC, BRIN, Budi Harsoyo menanggapi tingginya curah hujan yang diprediksi Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang mengguyur hampir sebagian besar wilayah Indonesia, hingga Februari 2022.

“Sejauh ini belum ada perintah (TMC), karena biasanya kalau untuk antisipasi banjir ataupun bencana kami terima dari BNPB atau dari Pemprov,” ujar Budi kepada Indonesia.com lewat sambungan telepon, Selasa (9/11) siang.

Lebih lanjut Budi menjelaskan bahwa pihaknya sebagai pelaksana hanya tinggal menunggu instruksi penugasan, entah itu dari BNPB maupun dari lembaga terkait lainnya.

Budi mengatakan biasanya wilayah yang hendak dilakukan TMC minimal sudah memiliki status darurat bencana. Dengan begitu, BPBD dan pemerintah provinsi biasanya bisa mengalokasikan anggaran untuk dilakukannya TMC.

Ia mengaku, belakangan kelompok pelaksana fungsi pengelolaan TMC melakukan rekayasa cuaca hanya pada Oktober lalu di Kalimantan Barat. Namun, itu pun hanya untuk antisipasi bencana karhutla saja.

“Belum ada, belum ada [koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait rekayasa hujan]. Di kami pun karena sekarang masih transisi organisasi jadi memang birokrasinya jadi semakin panjang,” tuturnya.

Di samping itu Kepala Pusat Meteorologi Publik, Badan Pusat Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Fachri Radjab mengatakan sejauh ini belum ada jadwal pelaksanaan TMC untuk pengendalian bencana hidrometeorologi.

Padahal, Fachri menjelaskan potensi hujan dengan intensitas lebat masih ada. Terlebih menjelang puncak musim hujan yang disebut terjadi pada Januari hingga Februari 2022.

Meski demikian ia tak menampik adanya pelaksanaan TMC di Indonesia, yaitu dengan cara penaburan garam di awan konvektif, untuk mempercepat proses kondesasi. Sehingga hujan bisa lebih cepat turun.

“Misalnya agar hujan turun di laut sebelum awan-awan hujan mencapai daratan. Namun kegiatan TMC ini tergantung dari kondisi awan yang ada, kalau awannya sudah terlalu masif dan meluas, maka TMC tidak akan efektif,” ujar Fachri kepada Indonesia.com lewat pesan teks, Selasa (9/11) siang.

Fachri mengatakan keputusan pelaksanaan TMC untuk penanggulangan bencana hidrometereologi ada di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

[Gambas:Video ]

(can/eks)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *