Jelang Putusan Praperadilan Kasus Pelecehan, Korban Mengaku Khawatir



Surabaya, Indonesia —

Korban dugaan pencabulan oleh anak kiai Jombang, Jawa Timur, MSAT, saat ini khawatir menjelang putusan sidang praperadilan. Pasalnya, seandainya hakim mengabulkan praperadilan itu, maka kasus yang diduga dilakukan MSAT–di mana ia telah menjadi tersangka setidaknya 2 tahun terakhir–akan menguap.

Oleh karena itu pihak korban berharap agar hakim menolak permohonan praperadilan yang diajukan MSAT tersebut. Jika tidak, hal ini jelas akan memberatkan mereka.

“Ada kekhawatiran dari pihak korban, kenapa kasus yang prosesnya lama kok berujung Polda Jatim yang dipraperadilankan,” kata pendamping korban dari WCC Jombang, Ana Abdillah, Kamis (16/12).

Sebagai informasi, MSAT menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka lewat praperadilan yang kini sidangnya berjalan di PN Surabaya. MSAT menggugat Polda Jatim dan Kejaksaan Tinggi Jatim, karena menilai penetapan dirinya sebagai tersangka tidaklah sah.

Ia pun mengajukan praperadilan dan menuntut ganti rugi senilai Rp100 juta dan meminta nama baiknya dipulihkan. Gugatan itu terdaftar dalam nomor 35/Pid.Pra/2021/PN Sby tertanggal 23 November 2021.

Anna mengatakan pihaknya menilai praperadilan yang berlangsung di PN Surabaya ini menjadi catatan buruk koordinasi antara Polda Jatim dan Kejaksaan Tinggi Jatim, soal menangani perkara kekerasan seksual.

Selama dua tahun berjalannya kasus ini, Kejaksaan Tinggi Jatim juga berulang kali mengembalikan berkas perkara atau P19 ke Polda Jatim.

“Ini jadi catatan buruk koordinasi antara Polda Jatim dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur,” ucapnya

Padahal, menurut Anna, bukti-bukti dalam berkas perkara dan hasil pemeriksaan da. Visum korban sudah cukup. Soal kualitas bukti, kata dia, bisa dibuktikan pada saat persidangan.

“Tapi yang terjadi korban justru revictimisasi, di bebani dengan [pencarian dan pemeriksaan berulang] bukti petunjuk dari JPU dan pasti itu sangat memberatkan dia secara psikologis,” ucapnya.

Tak hanya itu, selama dua tahun itu pula kepolisian disebut tak tegas karena tak bisa menangkap MSAT. Padahal yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka.

“Ini menunjukan bahwa effort kepolisian pada pengusutan kasus ini lemah. Pernah juga ada upaya jemput paksa, tapi kemudian gagal,” ucapnya.

Kekinian Anna menyebut, total ada lima korban MSAT. Mereka merupakan alumnus pesantren yang dipimpin oleh ayah MSAT. Satu di antaranya adalah pelapor kasus ini.

Sejak melaporkan kasus ini 2019 silam, keamanan mereka pun terancam. Mereka berulangkali mendapatkan tekanan dari pihak jemaah pesantren MSAT.

Bahkan salah satu pendamping korban pun tak luput dari aksi kekerasan para simpatisan MSAT. Karena itu korban kini, Tengah dalam kawal an Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

“Korban harap-harap cemas menanti putusan nanti. Mereka berharap permohonan MSAT ditolak dan semoga kasus ini bisa jadi catatan agar segera disidangkan dan P 21,” katanya.

Sebagai informasi, MSAT merupakan warga asal Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur. Ia adalah pengurus sekaligus anak dari kiai ternama dari salah satu pesantren di wilayah tersebut.

Oktober 2019 lalu, MSAT dilaporkan ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan terhadap perempuan di bawah umur asal Jawa Tengah dengan Nomor LP: LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG. Korban merupakan salah satu santri atau anak didik MSAT di pesantren.

Selama disidik oleh Polres Jombang, MSAT diketahui tak pernah sekalipun memenuhi panggilan penyidik. Kendati demikian ia telah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2019.

Kasus ini kemudian ditarik ke Polda Jatim. Namun polisi ternyata belum bisa mengamankan MSAT. Upaya jemput paksa yang dilakukan pun sempat dihalang-halangi jemaah pesantren setempat.

(frd/kid)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *