Jokowi Pamer Pujian Dunia soal Covid RI, Ahli Ingatkan Jangan Euforia



Jakarta, Indonesia —

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengingatkan pemerintah tidak terlalu termakan euforia di tengah pelandaian kasus virus corona (covid-19) di Tanah Air. Ia menyebut, Indonesia masih berpotensi mengalami kenaikan kasus covid-19 khususnya menjelang libur natal dan tahun baru.

Hal itu juga Dicky sampaikan merespons Presiden Joko Widodo yang baru-baru ini mengklaim penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia telah diapresiasi oleh masyarakat dunia. Jokowi lantas meminta masyarakat Indonesia untuk bersyukur.

“Apresiasi itu tentunya tidak boleh menjadi pengabaian atau euforia. Karena bagaimanapun ini adalah perjuangan bersama-sama, terutama masyarakat yang berdarah-darah, banyak korban jiwa yang jatuh. Lagipula perjalanan pandemi covid-19 masih panjang,” kata Dicky kepada Indonesia.com, Kamis (18/11).

Dicky juga mengingatkan bahwa Indonesia merupakan bagian dari komunitas global, sehingga Indonesia tidak bisa ‘aman’ sendirian, sementara negara lain masih mengalami lonjakan kasus covid-19.

Selain itu, ia meminta agar pemerintah tidak menurunkan kapasitas pemeriksaan covid-19 di Indonesia meski kasus sudah melandai secara signifikan. Dicky pun menyoroti turunnya jumlah pemeriksaan dengan metode Whole Genome Sequencing (WGS) untuk mendeteksi potensi masuknya varian dari mutasi virus SARS-CoV-2 di Indonesia.

Dicky menyebut, pemerintah seharusnya malah memperkuat dan terus menambah jumlah sequence warga yag diperiksa guna mengantisipasi ancaman varian AY.4.2 atau yang dikenal Delta Plus yang saat ini sudah teridentifikasi di negara tetangga, yakni Malaysia dan Singapura.

Kementerian Kesehatan sebelumnya merilis, Indonesia secara total melakukan pemeriksaan WGS terhadap total 8.578 spesimen per 13 November. Namun, jumlah pemeriksaan WGS itu hanya bertambah sebanyak 725 spesimen yang diperiksa dari 16 Oktober lalu yang berjumlah 7.853 spesimen.

Dapat dikatakan, dalam kurang lebih waktu sebulan pemerintah hanya melakukan 725 tes. Padahal pada periode sebelumnya, pemerintah bisa memeriksa 880 spesimen pada kurun waktu 2-16 Oktober atau sekitar dua pekan saja.

“Yang masih perlu diingat, kita sebetulnya itu tidak memiliki peta yang cukup untuk menilai situasi pandemi dalam negeri. Karena ya testing-nya kita trennya juga menurun, apalagi pemeriksaan strain virus WGS itu ya,” kata dia.

Dicky meminta agar pemerintah terus mengakselerasi capaian testing dan tracing meskipun kasus terus menurun. Menurutnya, upaya surveilans itu lambat laun akan membantu menguak kasus-kasus covid-19 yang menjadi fenomena gunung es di Indonesia.

Dicky lantas meminta pemerintah fokus menyasar sejumlah kategori yang ‘wajib’ diambil sampelnya untuk kemudian dilakukan pemeriksaan WGS. Pertama adalah mereka yang sudah menerima vaksin covid-19 lengkap namun masih terpapar covid-19.

Kedua, kasus-kasus klaster level komunitas yang perlu dicari tahu penyebabnya. Ia menyebut, dalam kondisi seperti itu, pemerintah cukup mengambil sampel acak seperti pada kasus klaster di sekolah dan lain-lain.

“Nah, WGS dilakukan pada setiap hasil positif tes PCR di pintu masuk negara, terutama kedatangan dari negara yang masuk daftar merah atau juga WNA maupun WNI yang memiliki gejala klinis covid-19. Itu menurut saya dalam konteks saat ini sangat perlu dilakukan,” ujar Dicky.

(khr/ain)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *