Kemenkes Mulai Giatkan Obat Bahan Alam hingga Jamu di Faskes Formal

Jakarta, Indonesia —
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan komitmen untuk memprioritaskan obat bahan alam sebagai bagian integral dalam agenda transformasi kesehatan nasional.
Kemenkes pun telah memiliki proyek pilot yang memanfaatkan obat berbahan alam atau obat tradisional alias jamu di fasilitas pelayanan kesehatan formal.
Direktur Produksi dan Distribusi Farmasi Kemenkes, Dita Novianti Sugandi mengatakan pihaknya telah memulai pelayanan klinis dengan obat bahan alam serta mendorong pengembangan wisata kebugaran dan kesehatan berbasis produk alami di RSUP Dr. Sardjito Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam rangka Hari Jamu Nasional yang diperingati setiap tanggal 27 Mei, Dita menegaskan bahwa obat tradisional kini dapat digunakan secara mandiri oleh masyarakat, dan juga digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan formal.
Untuk mendukung keberlanjutan dari upaya tersebut, Kemenkes menekankan pentingnya edukasi dan pelatihan kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan.
“Kami berharap Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) bisa menjadi garda terdepan dalam mereplikasi inovasi ini di rumah sakit lainnya,” ujarnya dalam Peringatan Hari Jamu Nasional, Minggu (25/5).
Lebih lanjut Dita mengungkapkan, Gerakan Bugar dengan Jamu (Bude Jamu) yang telah dicanangkan sejak 2015 pun terus digalakkan.
Ia menambahkan, nilai budaya jamu semakin diakui dunia setelah United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan budaya sehat jamu sebagai warisan budaya tak benda Indonesia pada Desember 2023.
“Kita memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga warisan ini. Mari terus mendorong inovasi dan edukasi agar obat bahan alam menjadi solusi nyata untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,” katanya.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik (Deputi II) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Mohamad Kashuri
menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor, termasuk antara Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) dengan para dokter, akademisi, dan sektor industri.
Menurut dia, kolaborasi ini dinilai krusial untuk menjembatani ilmu kedokteran modern dengan kekayaan alam Indonesia.
Di sisi lain, BPOM sebagai otoritas pengawasan berkomitmen mempercepat proses uji klinik melalui inovasi regulasi.
“Kami tidak hanya mendampingi, tetapi juga membantu agar uji klinik berjalan sesuai standar. Banyak produk gagal dipasarkan karena uji kliniknya tidak sesuai prosedur,” jelasnya di acara yang sama.
|
Kashuri mengatakan UU 17/2023 dan PP 28/2024 telah membuka jalan bagi jamu untuk diintegrasikan ke dalam sistem kesehatan nasional.
Selain itu, pihaknya mengupayakan adanya revisi PMK Formularium Nasional (Fornas) dalam program jaminan kesehatan agar ke depan jamu bisa ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
(antara/kid)