KemenPPPA Desak Anak Kiai Diduga Cabuli Santri Segera Diadili



Surabaya, Indonesia —

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengapresiasi putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menolak permohonan praperadilan tersangka dugaan pencabulan santriwati di Jombang.

“Atas nama KemenPPPA mengapresiasi karena kejaksaan maupun pengadilan memberikan akses keadilan bagi korban,” kata Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan KemenPPPA, Margareth Robin Korwa, Kamis (16/12).

Margareth mengatakan pihaknya mendorong agar kasus yang menjerat MSAT, anak seorang kiai di Jombang ini, segera dituntaskan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan dibawa ke persidangan.

“Kami mendorong dipercepat untuk P21 [berkas perkara dinyatakan lengkap] sehingga ada efek jera dan memberikan sanksi hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.

Margareth mengatakan dari berita acara pemeriksaan saksi, korban, serta bukti lainnya, perkara dugaan pencabulan santriwati tersebut telah mencukupi. Menurutnya, tak ada alasan lagi untuk menghentikan kasus ini.

“Kalau dilihat dari berita acara yang kami terima semuanya sudah lengkap dan wajib untuk diteruskan,” katanya.

Lebih lanjut, Margareth mengaku sudah mengirim surat ke Kejaksaan Tinggi Jatim untuk berkoordinasi perihal kasus ini. Margareth juga menjalin kerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengawal korban.

“Dan koordinasi dengan Komisi Kejaksaan di tingkat pusat dan koordinasi dengan komisi kepolisian termasuk LPSK memastikan bersama sama kengawal kasus ini,” ujarnya.

Sebagai informasi, MSAT merupakan pengurus sekaligus anak dari kiai ternama dari salah satu pesantren di Jombang.

MSAT dilaporkan ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan terhadap perempuan di bawah umur asal Jawa Tengah dengan Nomor LP: LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG pada Oktober 2019 lalu. Korban merupakan salah satu santri atau anak didik MSAT di pesantren.

Selama disidik oleh Polres Jombang, MSA diketahui tak pernah sekalipun memenuhi panggilan penyidik. Kendati demikian ia telah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2019.

Kasus ini kemudian ditarik ke Polda Jatim. Namun polisi ternyata belum bisa mengamankan MSAT. Upaya jemput paksa pun sempat dihalang-halangi jemaah pesantren setempat.

MSAT, lalu menggugat Kapolda Jawa Timur (Jatim). Ia menilai penetapan dirinya sebagai tersangka tidaklah sah.

Ia pun mengajukan praperadilan dan menuntut ganti rugi senilai Rp100 juta dan meminta nama baiknya dipulihkan. Gugatan itu terdaftar dalam nomor 35/Pid.Pra/2021/PN Sby tertanggal 23 November 2021. Permohonan praperadilan tersebut ditolak hakim PN Surabaya.

“Mengadili bahwa secara formil permohonan praperadilan pemohon MSAT, tidak dapat diterima,” kata hakim tunggal Martin Ginting, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (16/12).

(frd/fra)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *