Kenapa Badai Semakin Ngeri dan Mematikan? Cek Jawaban Pakar



Jakarta, Indonesia

Dua badai besar, Helene dan Milton, memporak-porandakan sejumlah wilayah Amerika Serikat (AS) dalam waktu berdekatan. Kedua badai ini hadir dengan kekuatan penuh, bahkan digadang-gadang menjadi yang terkuat dalam beberapa tahun terakhir.

Badai Helene merupakan salah satu badai paling mematikan dalam sejarah AS. Tercatat setidaknya lebih dari 200 orang tewas akibat terjangan badai tersebut.

Sementara, Badai Milton tercatat sebagai salah satu badai yang mengalami pertumbuhan sangat cepat. Dari sebelumnya hanya badai tropis menjadi badai kategori 5 dalam waktu sehari.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas mengapai badai saat ini semakin ganas? Apakah ada kaitannya dengan krisis iklim yang sedang terjadi?

Sebuah analisis baru dari para peneliti di World Weather Attribution Group mengungkap bahwa krisis iklim meningkatkan 10 persen curah hujan. Badai ini juga membuat kecepatan angin Helene berkecepatan 21 km/jam, lebih kencang 11 persen.

Menurut analisis tersebut, pembakaran bahan bakar fosil membuat badai sedahsyat Helene 2,5 kali lebih mungkin terjadi dibandingkan saat masa pra-industri. Hasil studi tersebut juga menunjukkan, jika suhu Bumi meningkat 2 derajat Celsius di atas periode pra-industri dan tanpa pengurangan emisi yang signifikan, badai seperti Helene akan meningkatkan curah hujan sebesar 10 persen.

“Panas yang ditambahkan oleh aktivitas manusia ke atmosfer dan lautan seperti steroid untuk badai,” kata Bernadette Woods Placky, kepala ahli meteorologi di Climate Central, bagian dari kelompok atribusi, mengutip The Guardian, Kamis (10/10).

Ia menambahkan bahwa badai seperti Helene dan Milton menjadi lebih ‘eksplosif’ karena kelebihan panas.

Studi dari Climate Central juga mengungkap suhu permukaan laut di sekitar jalur Milton meningkat 400-800 kali lipat akibat krisis iklim.

“Jika manusia terus memanaskan iklim, kita akan terus melihat badai dengan cepat berubah menjadi badai monster, yang lebih merusak,” katanya.

Brian McNoldy, ilmuwan iklim University of Miami, menjelaskan badai mendapat kekuatan dari lautan yang lebih panas dan atmosfer yang menghangat. Menurutnya kondisi panas tersebut meningkatkan kecepatan badai sekaligus menambah kelembapan ekstra yang kemudian dilepaskan dalam bentuk curah hujan deras, sehingga menyebabkan banjir besar.

“Teluk masih berada pada suhu yang sangat tinggi dan ketika Anda memiliki suhu yang hangat, Anda lebih mungkin untuk mendapatkan badai yang semakin kuat,” kata Brian.

Para ilmuwan melaporkan atmosfer yang menghangat juga dapat menahan lebih banyak uap air dengan laju sekitar 7 persen per derajat pemanasan. Saat ini, dunia telah menghangat setidaknya 1,3 derajat Celsius sejak era pra-industri dan muncul kekhawatiran suhu akan terus meningkat.

“Apa yang tidak disadari oleh banyak orang adalah bahwa hanya 1 persen dari panas ekstra ini yang masuk ke atmosfer: jadi catatan suhu global kami hanya mencerminkan 1 persen dari total peningkatan kandungan panas bumi,” kata Katharine Hayhoe, profesor di Texas Tech University.

“Delapan puluh sembilan persen dari panas ini masuk ke lautan di mana panas ini berkontribusi pada kenaikan permukaan air laut, gelombang panas laut yang mematikan, dan angin topan yang lebih kuat dan lebih cepat,” lanjut dia.

Bakal lebih sering

Ben Clarke, peneliti iklim di Graham Institute, Imperial College London, mengatakan Badai Helene bakal 2,5 kali lebih sering terjadi di wilayah tersebut. Badai yang dulunya diperkirakan terjadi setiap 130 tahun sekali, kini diperkirakan akan terjadi setiap 53 tahun sekali.

“Perubahan iklim adalah pengubah permainan total untuk badai seperti Helene,” kata Clarke, mengutip .

Ia menambahkan, jika manusia terus membakar bahan bakar fosil, AS akan menghadapi badai yang lebih merusak.

Para peneliti juga mengungkap bahwa dampak krisis iklim membuat badai besar bakal lebih sering muncul berdekatan, seperti yang terjadi dengan Helene dan Milton.

Badai Helene menghantam AS dua minggu sebelum Milton. Kejadian ini dianggap langka karena jarang terjadi dua badai besar menghantam wilayah Amerika dalam waktu yang berdekatan.

Seiring semakin memanasnya Bumi, terutama akibat emisi dari pembakaran bahan bakar fosil, badai yang beruntun diperkirakan akan semakin sering terjadi.

Sebuah makalah penelitian tahun 2023 dari para peneliti di Princeton University mengungkap beberapa daerah, termasuk pantai Teluk, satu-dua kali badai dapat terjadi setiap tiga tahun sekali.

Namun, beberapa wilayah telah mengalami sejumlah bencana secara beruntun. Misalnya, pada tahun 2008, sejumlah wilayah di Louisiana menghadapi Badai Ike dan Gustav, dan pada tahun 2005, banyak warga Louisiana dilanda Badai Rita tidak lama setelah Badai Katrina.




Infografis Apa Beda Puting Beliung, Siklon, dan Tornado?Apa Beda Puting Beliung, Siklon, dan Tornado? (Foto: Basith Subastian/Indonesia)

(dmi)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *