Ketua Panja Sebut Golkar dan PPP Minta Tunda Penentuan Nasib RUU TPKS
Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Badan Legislasi DPR RI, Willy Aditya, menyatakan bahwa sebanyak dua fraksi yakni Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta penentuan nasib RUU TPKS menjadi RUU inisiatif ditunda.
Sebelumnya, penentuan nasib RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR bakal diputuskan pada hari ini, Kamis (25/11).
Ia menerangkan bahwa dua fraksi itu telah mengirim surat resmi untuk meminta penundaan agar memiliki waktu mendalami RUU TPKS.
“Ya kalau yang bersurat secara resmi ya Golkar dan PPP, bersurat secara resmi, untuk meminta pendalaman penundaan. Ini yang kita benar-benar cermati,” kata Willy kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (25/11).
Dia yang juga politikus NasDem itu menerangkan sembilan fraksi di Baleg DPR belum sepakat secara bulat untuk mengesahkan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR . Menurutnya, baru empat fraksi yang sepakat RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR sejauh ini.
Bila keputusan soal nasib RUU TPKS diambil hari ini, lanjut Willy, maka RUU TPKS bisa gugur. Walaupun demikian, ia menyatakan pihaknya tidak mengharapkan hal itu terjadi sehingga memutuskan menunda pengambilan keputusan RUU TPKS menjadi inisiatif DPR pada hari ini.
“Kalau dipaksakan pleno hari ini, dengan kondisi yang belum confirm, tentu konsekuensi logisnya patah. Tentu kita tidak menginginkan itu. Itu yang benar-benar kita ingin jaga. Ini kan sudah puluhan tahun ya diiinsiasi. Tentu api semangatnya itu kita maintenance, ini lah art of politics,” ucapnya.
Willy melanjutkan, pihaknya selanjutnya akan menyisir beberapa masukan dari sejumlah fraksi. Ia berharap, RUU TPKS bisa disepakati menjadi RUU inisiatif DPR sebelum pihaknya masuk masa reses pada 17 Desember 2021 mendatang.
Namun begitu, ia memastikan jenis kekerasan seksual di RUU TPKS bertambah banyak seiring dengan masuknya kekerasan seksual di dunia digital, online, serta siber.
“Jadi kordinasi masih dijalankan segala macam untuk merapikan draf,” ujar Willy.
Sebagai informasi, Baleg DPR menginisiasi Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). RUU itu tidak dapat diselesaikan pada periode 2014-2019 karena perbedaan pendapat di parlemen dan publik.
Ormas keagamaan dan Fraksi PKS DPR adalah beberapa pihak yang menolak RUU tersebut. Mereka menuding RUU PKS melegalkan perzinaan.
Pada September lalu, RUU PKS berubah nama menjadi RUU TPKS. Sebanyak 85 pasal hilang dari draf undang-undang tersebut. Baleg DPR menyebut perubahan nama terjadi setelah RUU tersebut menuai banyak kritik.
(mts/kid)