Koalisi Sipil Harap Kemensos Tak Usulkan Soeharto Pahlawan Nasional

Jakarta, Indonesia —
Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) yang terdiri dari keluarga korban pelanggaran beratĀ Hak Asasi Manusia (HAM), jaringan organisasi masyarakat sipil dan individu mengungkapkan Kementerian Sosial belum memberi balasan perihal surat terbuka penolakan pemberian gelarĀ Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto.
“Untuk saat ini belum ada surat balasan resmi dari Dirjen Pemberdayaan Sosial khususnya mengenai surat yang kami ajukan baik melalui e-mail maupun tertulis,” ujar Jane Rosalina selaku perwakilan dari koalisi saat dihubungi Indonesia.com melalui pesan tertulis, Senin (21/4).
Jane menuturkan koalisi mengirimkan surat terbuka baik melalui e-mail maupun secara langsung pada 24 Maret dan 10 April 2025- tepat satu hari sebelum batas usulan akhir penerima gelar pahlawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Surat tersebut sudah diserahkan dan diterima langsung oleh bagian persuratan.
“Harapannya Kemensos tidak lagi mengusulkan gelar pahlawan untuk Soeharto yang kemudian akan dibahas oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan termasuk hingga disahkan oleh Presiden,” ungkap Jane.
Ia mengungkapkan penolakan itu berdasarkan alasan yang logis dan patut yakni rekam jejak buruk dan berdarah Soeharto selama 32 tahun menjabat sebagai Presiden RI.
Soeharto, terang koalisi, telah melakukan kekerasan terhadap warga sipil, pelanggaran HAM bahkan pelanggaran berat terhadap HAM, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, serta praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Dilansir dari laman Kementerian Sosial, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) membahas nama-nama yang akan diusulkan untuk diberi gelar Pahlawan Nasional. Nama Soeharto termasuk di dalamnya.
Pengusulan tersebut dibatasi sampai 11 April 2025. Setelah tahap verifikasi, sidang pleno TP2GP akan menyampaikan rekomendasi usulan calon Pahlawan Nasional dari Menteri Sosial kepada Presiden. Selanjutnya, Presiden memilih daftar nama yang diajukan untuk dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Menurut koalisi, pengusulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto bermasalah karena berupaya menghapus sejarah dan pemutihan atas berbagai kejahatan yang dilakukan.
Terlebih, pasca-reformasi, negara pun telah mengakui rekam jejak berdarah dan buruk dari Soeharto berupa pelanggaran berat HAM, pelanggaran HAM, serta praktik KKN yang dituangkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) No. IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004 dan TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
“Patut dipertimbangkan bahwa upaya dalam mendorong perbaikan situasi dan kehidupan bernegara pasca-rezim otoritarian orde baru sudah sepatutnya menjadi dasar dalam menyelenggarakan urusan negara dalam semangat anti-KKN, mengedepankan penguatan demokrasi dan rule of law, serta berpijak pada nilai HAM dan suri tauladan yang kesatria serta tidak memberikan toleransi kepada individu yang merugikan Negara Republik Indonesia,” ungkap KontraS, organisasi yang tergabung dalam Koalisi GEMAS.
“Hal ini penting demi hak dan harkat martabat keluarga korban pelanggaran berat HAM dan pelanggaran HAM yang menanti keadilan, serta masa depan generasi muda yang tidak menormalisasi kekerasan,” tambahnya.
(ryn/isn)