Jakarta, Indonesia —
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) tengah merancang pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan yang akan disebar di seluruh wilayah Indonesia, mencakup 514 kabupaten dan kota, sebagai upaya mendukung pembangunan nasional dan menjaga stabilitas.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen Wahyu Yudhayana menjelaskan bahwa batalyon ini akan memiliki struktur yang berbeda dari satuan infanteri yang sudah ada. Ia menyebut akan ada penyesuaian organisasi dengan menambahkan kompi-kompi baru seperti kompi produksi, pertanian, dan peternakan.
“Secara rekrutmennya tetap menggunakan standar mekanisme rekrutmen prajurit TNI, tapi dalam organisasinya itu ada sedikit perubahan modifikasi dari batalyon-batalyon yang sudah ada saat ini, contohnya di sini ada Kompi Produksi, ada Kompi Pertanian, Kompi Peternakan,” kata Wahyu usai acara Kartika Gathering 2025 di Mabes TNI AD, Jakarta, Rabu (5/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menambahkan meski tetap menjalankan fungsi tempur sebagai satuan infanteri, batalyon baru ini juga akan menjalankan peran khusus dalam mendukung program pemerintah, terutama di bidang ketahanan pangan dan swasembada nasional.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak menuturkan bahwa proses survei lokasi untuk penempatan batalyon masih berlangsung. Ia menekankan, pembentukan batalyon ini merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin.
“100 batalyon kami terus mensurvei daerah-daerah yang mempunyai daerah cukup strategis karena konsep dari batalyon ini adalah pembangunan dan pertanian yang sudah diinstruksikan presiden dan Menhan, sehingga kami mencari lokasi dengan prioritas pertahanan tapi bisa mendukung pembangunan masyarakat,” kata Maruli dalam rapat bersama Komisi I DPR RI, Selasa (4/2).
Rekrut TNI besar-besaran
Sebagai bagian dari rencana tersebut, TNI AD akan merekrut 24 ribu tamtama pada tahun ini. Menurut Brigjen Wahyu, jumlah pendaftar meningkat setiap tahun dan menunjukkan minat tinggi dari generasi muda.
“Hal ini tercermin dari data pendaftaran Calon Tamtama TNI AD tahun 2025 yang mencapai 107.365 orang, dengan jumlah calon tervalidasi sebanyak 38.835 orang,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (10/6).
Ia menambahkan bahwa realisasi rekrutmen selama lima tahun terakhir selalu melampaui target, dengan capaian tertinggi mencapai 114,4 persen pada tahun 2023. Rekrutmen ini juga sejalan dengan doktrin pertahanan negara 2023 yang menekankan pembangunan sistem pertahanan mandiri, kuat, dan berbasis kewilayahan.
“Dalam konteks ini, TNI AD tengah menyusun struktur organisasi yang lebih adaptif dan responsif terhadap potensi ancaman di tiap wilayah Indonesia,” tambahnya.
Setiap batalyon direncanakan berdiri di atas lahan seluas 30 hektar. Melalui pendekatan ini, prajurit tak hanya siap secara militer, tetapi juga bisa menjadi motor pembangunan yang berkontribusi langsung ke masyarakat.
“Jadi sudah tergambar dari rencana pengembangan organisasi TNI AD tersebut tentunya akan membutuhkan banyak personel prajurit baru melalui rekrutmen prajurit khususnya Tamtama,” kata Wahyu.
Menurut laman resmi Kodam Iskandar Muda, Kasdam IM Brigjen TNI Ayi Supriatna menyampaikan bahwa struktur batalyon tersebut akan terdiri dari sembilan kompi, yaitu lima Kompi Senapan, satu Kompi Kesehatan, satu Kompi Pertanian, satu Kompi Pembangunan, dan satu Kompi Peternakan.
“Pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan ini bertujuan untuk memperkuat peran TNI dalam mendukung pembangunan di berbagai sektor, khususnya di wilayah Kodam Iskandar Muda. Dengan adanya batalyon ini, diharapkan para prajurit tidak hanya memiliki kesiapan tempur, tetapi juga keterampilan di bidang pertanian, peternakan, dan pembangunan infrastruktur yang bermanfaat bagi masyarakat,” kata Ayi Supratna di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Selasa (4/2) pagi.
Namun, rencana ini menuai kritik dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, yang terdiri dari berbagai organisasi di antaranya seperti Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, dan Centra Initiative.
Mereka menilai pembentukan batalyon dengan fungsi non-tempur telah keluar dari mandat utama TNI sebagai alat pertahanan negara.
“Dengan demikian, kebijakan perekrutan sebagaimana sedang direncanakan tersebut telah menyalahi tugas utama TNI sebagai alat pertahanan negara sebagaimana diatur dalam konstitusi dan UU TNI itu sendiri,” kata koalisi dalam pernyataan tertulis, Rabu (11/6).
Koalisi menyebut, di tengah kompleksitas ancaman modern, TNI justru perlu fokus memperkuat kemampuan tempurnya. Keterlibatan dalam kegiatan non-militer dikhawatirkan akan mengurangi fokus dan efektivitas TNI dalam menjalankan fungsi pertahanan.
Mereka juga menilai langkah ini mencerminkan kegagalan menjaga batas yang jelas antara ranah sipil dan militer. UU TNI dan UUD 1945, menurut mereka, dengan tegas tidak memberikan kewenangan kepada militer untuk terlibat dalam sektor pertanian, peternakan, maupun layanan kesehatan.
“Kami mendesak Presiden dan DPR untuk melakukan pengawasan dan evaluasi tentang perekrutan dan pelibatan TNI yang berlebihan tersebut karena telah menyalahi jati diri TNI sebagai alat pertahanan negara sesuai amanat konstitusi dan UU TNI,” tegasnya.
Anggota Komisi I DPR RI Oleh Soleh juga meminta agar rencana pembentukan batalyon ini dikaji ulang secara menyeluruh. Ia menilai penambahan personel dalam jumlah besar adalah kebijakan strategis yang memerlukan perhitungan matang, termasuk dalam hal anggaran.
“Saya mengingatkan agar rencana ini tidak bersifat reaktif atau seremonial, melainkan betul-betul berdasarkan kajian strategis yang mempertimbangkan situasi geopolitik, postur pertahanan, serta efisiensi anggaran negara,” ujar Oleh dalam keterangannya, Rabu (11/6).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyatakan rencana ini berpotensi merusak sistem birokrasi yang sudah berjalan. Ia khawatir kehadiran puluhan ribu prajurit dalam kegiatan sipil akan menimbulkan tumpang tindih dengan peran aparatur sipil.
“Perlu diluruskan agenda militer masuk dalam aktifitas sipil, selain karena potensi tumpang tindih, juga bisa hilangkan kemampuan utama militer menjaga kedaulatan Republik dan pertahanan,” kata Dedi kepada Indonesia.com, Rabu (11/6).
“Jika militer miliki kompi yang secara khusus membidangi urusan sipil, kendali birokrasi yang saat ini ada bisa terganggu, karena di pemerintah sudah ada penanganan bidang-bidang tersebut,” sambungnya.
Ia menambahkan bahwa langkah ini menunjukkan pola kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang cenderung memperbesar peran militer. Apalagi sebelumnya RUU TNI yang memperluas kewenangan militer dalam ranah sipil telah disahkan meski ditentang masyarakat sipil.
“Tentu saja ini menandai corak kepemimpinan Prabowo yang cenderung militeristik, menganggap militer sebagai kelompok prioritas,” lanjutnya.
Dedi juga menilai langkah ini bisa melukai semangat reformasi dan supremasi sipil, serta membentuk kesan bahwa pemerintahan kini mulai menyerupai era Orde Baru.
“Rekrutmen itu tidak ada persoalan, tetapi jika digunakan untuk masuk ke wilayah sipil, ini bisa mengembalikan nuansa pemerintahan Soeharto di era sekarang,” katanya.
Menurutnya, kepercayaan masyarakat terhadap Prabowo bisa menurun tajam jika rencana ini tetap dilanjutkan. Namun, ia percaya Prabowo masih memiliki peluang untuk memperbaiki citra dengan memprioritaskan supremasi sipil.
“Prabowo perlu mengurangi atau bahkan mengembalikan militer ke wilayah pertahanan murni, dan menguatkan posisi sipil dalam hal kebutuhan yang akan diisi oleh militer,” kata dia.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi juga menilai rencana rekrutmen ini bisa menimbulkan persepsi negatif terhadap TNI, terutama karena komunikasi publik yang dilakukan dinilai kurang rapi.
“Dalam konteks sejarah hubungan sipil-militer di Indonesia, sensitivitas soal keterlibatan militer dalam urusan publik memang masih kuat,” kata Khairul kepada Indonesia.com.
“Maka wajar jika sebagian masyarakat menafsirkan kebijakan ini sebagai bentuk ‘kembalinya TNI’ ke ruang-ruang sipil,” lanjutnya.
Khairul menyarankan TNI menyampaikan penjelasan secara transparan agar publik memahami bahwa langkah ini merupakan bagian dari desain pertahanan nasional, bukan ekspansi militer ke wilayah sipil.
“Dengan begitu, publik bisa melihat bahwa ini benar-benar bagian dari desain pertahanan, bukan ekspansi kekuasaan militer,” ucapnya.
TNI buka suara
Menanggapi kritik dari masyarakat sipil, TNI AD menegaskan bahwa pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan merupakan bagian dari fungsi teritorial mereka. Hal ini disampaikan oleh Brigjen Wahyu yang menambahkan bahwa TNI memiliki dua peran utama, yaitu peran tempur dan teritorial.
“Fungsi utama teritorial itu kita melaksanakan kegiatan sebagai bagian dari masyarakat, sebagai prajurit TNI Angkatan Darat yang di dalam jati dirinya itu melekat bahwa kita ini berasal dari rakyat,” kata Wahyu di sela Indo Defence 2024, Jakarta, Rabu (11/6).
Ia juga mengacu pada amanat Undang-Undang TNI mengenai peran militer dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), yang salah satunya adalah membantu pemerintah daerah dalam pelaksanaan program pembangunan.
“Manakala pemerintah memiliki program-program yang mencoba untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat, menjamin pangan, memberikan pendidikan yang baik tentu kita harus mendukung, harus membantu itu,” ujarnya.
Wahyu menekankan bahwa pelaksanaan fungsi teritorial tidak akan mengganggu profesionalisme prajurit dalam menjalankan tugas tempurnya.
“Kita terus meningkatkan kemampuan personel dan alutsista kita, melalui kegiatan program-program, latihan-latihan peremajaan. Mulai kita revisi, pengecekan dan lain-lainnya ini terus berjalan, ini yang menjamin tingkat profesionalisme prajurit TNI Angkatan Darat tidak akan berkurang, tidak akan melemah,”pungkasnya.