KPK Tetapkan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid Tersangka Suap
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkanĀ Bupati Hulu Sungai Utara periode 2017-2022, Abdul Wahid, sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa.
Penetapan tersangka terhadap Bupati di wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel) itu dilakukan KPK setelah mengumpulkan berbagai informasi, data, dan keterangan.
“KPK menindaklanjutinya dengan melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan KPK selanjutnya meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka, Abdul Wahid,” ujar Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Kamis (18/11).
Perkara ini berawal dari kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 15 September 2021. Pada saat itu, KPK menangkap Plt. Kadis PU pada Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara, Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi. Adapun berkas perkara Marhaini dan Fachriadi sudah dinyatakan lengkap.
Firli menuturkan konstruksi kasus berawal dari penunjukan Maliki sebagai Plt. Kadis PU pada Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara oleh Abdul Wahid. Diduga ada penyerahan sejumlah uang oleh Maliki atas permintaan Abdul Wahid.
Penyerahan uang dilakukan di rumah Maliki pada sekitar Desember 2018 dengan melibatkan ajudan Abdul Wahid.
Kemudian, lanjut Firli, pada awal tahun 2021 Maliki menemui Abdul Wahid di rumah dinas jabatan bupati guna melaporkan terkait plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Hulu Sungai Utara tahun 2021.
“Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, MK [Maliki] telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek dimaksud,” tutur Firli.
Abdul Wahid lantas menyetujui paket plotting dimaksud dengan syarat ada pemberian komitmen fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10 persen untuk Abdul Wahid dan 5 persen untuk Maliki.
Pemberian komitmen fee diduga diterima dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp500 juta.
Firli mengatakan Abdul Wahid diduga juga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantara sejumlah pihak di Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Rinciannya, tahun 2019 sekitar Rp4,6 miliar; tahun 2020 sekitar Rp12 miliar; dan tahun 2021 sekitar Rp1,8 miliar.
“Selama proses penyidikan berlangsung, tim penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya,” ucap Firli.
Atas perbuatannya, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP Jo Pasal 65 KUHP.
Guna kepentingan penyidikan, Abdul Wahid ditahan untuk waktu 20 hari pertama terhitung sejak 18 November hingga 7 Desember 2021.
“Sebagai langkah antisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, tersangka akan menjalani isolasi mandiri selama 14 hari pada Rutan tersebut,” pungkas Firli.
(ryn/DAL)