Laporan Dana Reses DPR Dinilai Tak Jelas, Pengamat Desak Revisi PP
Kelompok masyarakat sipil mendorong revisi peraturan terkait penggunaan dana perjalanan dinas hingga reses anggota DPR karena tak transparan.
Berdasarkan temuan BPK 2019, hampir Rp1 triliun uang perjalanan dinas dan reses anggota dewan tanpa pertanggungjawaban.
“Kalau kita lihat temuan BPK yang 2019 lalu, masih hampir Rp1 triliun anggaran perjalanan dinas itu, termasuk anggaran reses itu, tidak ada yang dipertanggungjawabkan. Ini kemudian menjadi tanda tanya besar,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam dalam diskusi daring refleksi tata kelola anggaran DPR, Kamis (30/12).
Roy mendesak DPR dan pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 1990 tentang Perjalanan Dinas Pimpinan dan Anggota DPR. Menurutnya, aturan tersebut tak lagi sesuai dengan semangat tata kelola keuangan negara.
Ia meyakini dasar aturan tersebut membuat tata kelola keuangan DPR hingga kini belum transparan. Misalnya ia menyinggung pernyataan anggota DPR dari Fraksi PDIP Krisdayanti yang memahami bahwa anggaran reses anggota sebagai pemasukan pribadi.
Menurutnya, anggaran reses, walaupun dikirim langsung ke rekening anggota dewan, harus dialokasikan untuk kegiatan di daerah pemilihan masing-masing.
“Kita lihat beberapa kasus misalnya tentang temuan-temuan tentang penggunaan anggaran reses yang tidak akuntabel. Nah yang disebabkan oleh, peraturan DPR masih menerapkan PP 61/1990,” katanya.
“Sampai hari ini, bahkan di tahun berikutnya, ketika PP ini tidak diubah, maka BPK terus akan menemukan hal yang sama sebetulnya. Di mana, anggaran reses itu tidak ada pertanggungjawabannya,” ujar Roy menambahkan.
Sementara Manager Riset Seknas FITRA Badiul Hadi meminta DPR transparan soal alokasi anggaran reses anggota dewan. Publikasi alokasi anggaran reses, kata Badiul, penting untuk membuktikan kinerja mereka di dapil saat rehat masa sidang.
“Ya selemah-lemahnya iman itu DPR ya transparan aja lah soal dana reses, dana kunjungan kerja. Nah, itu menjadi sangat menarik kalau itu dipublikasi, gitu lho,” kata Badiul.
Badiul ingin tahu penggunaan dana reses oleh masing-masing wakil rakyat. Menurutnya, anggota dewan jangan hanya melampirkan narasi kegiatan yang mereka lakukan tetapi juga anggaran yang digunakan setiap turun ke dapil.
“Mereka datang ke dapil itu benar gak, sih, hasilnya kayak apa, anggarannya berapa, setiap datang itu kan dipublikasi. Jadi di laporan itu selain narasi kegiatan, dilampirkan juga laporan keuangannya, sehingga masyarakat tahu,” ujarnya.
Sebelumnya, anggota DPR dari Fraksi PDIP Krisdayanti (KD) mengungkap dirinya mendapat penghasilan ratusan juta rupiah setiap bulan semenjak duduk sebagai wakil rakyat. KD mengaku mendapat gaji sebanyak dua kali dalam waktu berbeda setiap bulan dengan total Rp75 juta.
Pendapatan puluhan juta rupiah itu terdiri dari gaji pokok dan beragam tunjangan. Mantan istri Anang Hermansyah itu mengaku juga memperoleh sejumlah pendapatan di luar gaji dan tunjangan. Pertama ialah dana aspirasi sebesar Rp450 juta. Menurutnya, dana aspirasi tersebut diberikan sebanyak lima kali dalam satu tahun.
KD menyebut dirinya juga mendapat dana kunjungan daerah pemilihan (kundapil). Menurutnya, nominal dana kundapil sebesar Rp140 juta dan turun sebanyak delapan kali dalam satu tahun.
(thr/fra)