LBH Kritik RUU Penanggulangan Bencana Usai 1.000 Banjir Setahun
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengkritik RUU Penanggulangan Bencana (PB) yang sedang digodok pemerintah. Perwakilan LBH Jakarta Citra Referendum mengkritik banjir sebagai bencana alam, bukan bencana ekologis.
Padahal, kata Citra, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 1.065 kejadian banjir terjadi sepanjang 2020.
“Penyebab utama banjir adalah kerusakan lingkungan; menurunnya data tanah, pengubahan tata guna lahan, hutan-hutan berubah menjadi pemukiman, industri, dan bangunan beton lainnya,” papar Citra dalam acara Sengkarut Penanganan Banjir: Catatan Kritis LBH Jakarta terhadap RUU PB, Sabtu (11/12).
Menurut Citra, saat ini, pemerintah dan DPR perlu memahami bencana banjir adalah persoalan kerusakan lingkungan hidup akibat proyek pembangunan yang masih dan tidak sesuai dengan daya dukung, serta daya tampung lingkungan.
Ia meyakini pemerintah hanya akan berfokus terhadap tindakan tanggap darurat setelah suatu bencana terjadi jika tidak berpegang pada paradigma tersebut.
Tak hanya itu, Citra juga mengkritik RUU Penanggulangan Bencana karena tidak memastikan pencegahan,” tuturnya.
“Paradigma penanggulangan bencana yang masih berfokus terhadap tanggap darurat semata, bukan penanggulangan secara holistik, terutama tidak bisa memastikan pencegahan terjadinya bencana,” tutur Citra.
Lebih lanjut, LBH Jakarta menuntut pemerintah untuk membuat klasifikasi yang tepat dalam mengatur banjir. Sebab, banjir bandang dan banjir rob masih dimasukkan sebagai bencana alam, bukan perspektif ekologis.
“Definisi yang tepat akan linear dengan solusi yang dibutuhkan,” tambah Citra.
Sejumlah kawasan di Indonesia terendam banjir beberapa waktu ini, seperti 44 kecamatan di 9 kabupaten/kota Sulawesi Selatan yang menyebabkan satu orang meninggal dunia.
Kemudian, beberapa daerah di Medan, Denpasar, hingga Lombok karena fenomena alam La Nina. BMKG turut memberikan peringatan potensi banjir karena curah hujan meningkat selama Desember 2021 sampai Januari 2022.
Prediksi itu diharapkan dapat menjadi salah satu langkah mitigasi terhadap bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan gelombang tinggi. Berikut beberapa daerah terendam banjir baru-baru ini.
(cfd/chri)