Mahasiswa UII Penggugat UU TNI Diduga Diintimidasi




Jakarta, Indonesia

Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta mengungkap dugaan intimidasi kepada sejumlah mahasiswa kampus tersebut yang melayangkan gugatan terhadap UU TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam pernyataan sikap yang dibacakan oleh Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa FH UII, M. Rayyan Syahbana, dijelaskan kronologi peristiwa termasuk bentuk dugaan intimidasi oleh aparat.

Rayyan berujar, beberapa mahasiswa FH UII pada tanggal 9 Mei 2025 melakukan uji formil terkait UU TNI ke MK. Dasar mereka dikarenakan terdapat indikasi kuat pelanggaran prosedural dalam proses pembentukan UU TNI, yakni ketiadaan partisipasi masyarakat yang melanggar asas keterbukaan di Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011.



ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal lain, mahasiswa penggugat menyebut ada kejanggalan dalam Naskah Akademik yang digunakan dalam penyusunan rancangan revisi UU itu.

Setelah persidangan pertama, MK memberikan waktu 14 hari kepada para pemohon untuk melakukan perbaikan permohonan dan menyerahkannya pada tanggal 22 Mei 2025. Namun, pada tanggal 20 Mei 2025 tepat dua hari sebelum sidang kedua, mahasiswa FH UII bernama Abdur Rahman Aufklarung yang merupakan salah satu pemohon dalam perkara tersebut, diminta data pribadinya oleh orang yang mengaku berasal dari Mahkamah Konstitusi.





Pengambilan data, menurut Rayyan, dilakukan tanpa sepengetahuan mahasiswa pemohon oleh orang yang mengaku aparat setempat. Dia bilang ada orang yang mengaku berasal dari MK meminta data dirinya kepada RTY setempat. Hal serupa juga terjadi pada mahasiswa bernama Irsyad Zainul Mutaqin.

“Seseorang mengaku berasal dari Mahkamah Konstitusi meminta data identitas pemohon tersebut kepada RT dengan tujuan verifikasi faktual terkait permohonan uji materiil yang sebenarnya adalah uji formil,” kata Rayyan membacakan pernyataan sikap di FH UII, Sleman, DIY, Senin (26/5).

“Pada sidang kedua tanggal 22 Mei 2025, pemohon bertanya terkait orang yang meminta data mengatasnamakan Mahkamah Konstitusi, Hakim Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa dari pihak Mahkamah tidak meminta data dari identitas pemohon,” sambungnya.

Rayyan menambahkan, sebelumnya kejadian serupa ternyata juga dialami mahasiswa pemohon lainnya yang bernama Bagus Putra Handika Pradana.

“Secara tidak terduga dua orang tidak dikenal mengaku sebagai utusan Mahkamah Konstitusi mendatangi Ketua RT setempat,” lanjut dia.

Dikatakan Rayyan, situasi ini menjadi bukti bahwa Indonesia sedang mengalami darurat demokrasi yang dapat berujung pada ambruknya kebebasan berpendapat dan berekspresi. Peristiwa yang dialaminya bersama teman-temannya juga melanggar Pasal 28 UUD 1945.

Mereka juga pengambilan data dari pihak yang tidak diketahui asal usulnya itu sebagai pelanggaran hak atas perlindungan data pribadi dan Pasal 65 ayat (1) UU No 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.

Selain itu, lanjutnya, tindakan itu mencederai rasa aman dan tenteram terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang tercantum pada Pasal 30 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Keluarga Mahasiswa FH UII melalui pernyataan sikap ini menuntut pemerintah dan institusi terkait untuk menjamin keamanan bagi seluruh warga negara yang menggunakan hak konstitusionalnya dalam menyampaikan kritik dan pendapat.

Keluarga Mahasiswa FH UII juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap hak mahasiswa untuk menyampaikan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab dalam koridor akademis dan konstitusional.

Mereka juga mendukung penuh hak mahasiswa FH UII untuk menyampaikan pendapat dan berpartisipasi dalam proses uji konstitusional sebagai bagian dari kebebasan akademik dan pembelajaran praktis di bidang hukum.

Selanjutnya, mereka mendukung inisiatif mahasiswa yang menggunakan jalur konstitusional melalui MK sebagai wujud partisipasi aktif dalam proses demokrasi dan penegakan hukum.

“Kami Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk bersolidaritas dan menjaga ruang demokrasi agar tetap terbuka dan adil bagi seluruh warga negara, termasuk dalam ruang akademik,” bunyi poin terakhir tuntutan mereka.

Pernyataan sikap ini selain mahasiswa dan anggota BEM juga diikuti oleh dosen serta wakil dekan FH UII. Wakil Dekan Kemahasiswaan FH UII, Agus Trianto menuturkan, aksi civitas academica didukung pula oleh Pusat Konsultasi Bantuan Hukum (PKBH) dan Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) kampus tersebut.

“Kemudian dosen-dosen yang terkait dengan itu, artinya fakultas juga backup dan support dari apa yang dilakukan mahasiswa sebagai ekspresi dari hak konstitusional dan juga budaya kritis bagi dunia akademik,” kata Agus.

Terpisah, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan akan menanyakan dugaan intimidasi yang dialami mahasiswa UIIini ke aparat penegak hukum (APH).

“Kami akan pertanyakan kepada aparat penegak hukum mengenai siapa yang kemudian mengintimidasi, atas dasar apa diintimidasi, dan kenapa terjadi hal tersebut,” ujar Puan saat memberikan keterangan usai bertemu Perdana Menteri (PM) Li Qiang di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu.

Puan menjelaskan bahwa langkah tersebut diambil dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPR RI. Puan mengakui baru mengetahui dugaan intimidasi itu dari para jurnalis.

“Ini saya juga baru mengetahuinya dari media. Namun, jika memang seperti itu, maka kami akan lihat apakah yang (dimaksud, red.) mengintimidasi,” jelas putri bungsu Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri itu.

Penjelasan TNI

Sementara itu, TNI menyatakan berkomitmen mendukung kebebasan berpendapat sebagai bagian dari nilai-nilai demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia.

Mabes TNI menyatakan setiap warga negara memiliki hak untuk menyampaikan aspirasi, pendapat, maupun kritik secara terbuka dan bertanggung jawab.

“TNI memandang bahwa ruang demokrasi harus dijaga bersama oleh seluruh elemen bangsa, termasuk oleh aparat negara, masyarakat sipil, dan institusi lainnya,” demikian tertulis dalam siaran pers yang diterima dari Puspen TNI, Senin (26/5).

Sebelumnya beberapa waktu terakhir muncul dugaan-dugaan intimidasi terhadap warga sipil yang mengkritik UU TNI hingga jalan karier prajurit yang masuk ke ranah sipil. Dari mulai dugaan intimidasi yang dialami mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) penggugat UU TNI di MK hingga penulis artikel opini di detik.com.

TNI mengklaim pihaknya memegang teguh prinsip netralitas dan tidak akan pernah terlibat dalam upaya membungkam suara publik. Apalagi, tugas utama TNI adalah menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa Indonesia, bukan mencampuri urusan politik praktis.

“Segala bentuk intimidasi terhadap individu maupun kelompok yang menyampaikan pendapat secara sah dan damai merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan,” ujar siaran pers yang telah diautentikasi Puspen TNI tersebut.

TNI pun mengimbau jika ada warga masyarakat yang mengalami intimidasi, tekanan, atau ancaman, maka langkah yang tepat adalah segera melaporkannya kepada kepolisian.

Aparat penegak hukum, lanjutnya, memiliki kewenangan untuk menyelidiki dan menindaklanjuti laporan tersebut guna mengungkap siapa pelaku sesungguhnya.

“Mari sama sama kita cari, selidiki, temukan, siapa pelaku sebenarnya, sehingga tidak saling curiga dan membuat narasi, framing yang menyudutkan satu institusi,” tuturnya.

TNI turut mengajak masyarakat untuk tetap waspada terhadap upaya-upaya provokasi dan penggiringan opini yang menyesatkan.

(kum/antara/kid)


[Gambas:Video ]



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *