Mantan Diktator Korsel Chun Doo-hwan Meninggal Dunia
Mantan presiden diktator Korea Selatan, Chun Doo-hwan, meninggal dunia di usia 90 tahun pada hari ini, Selasa (23/11).
Ajudan lama Doo-hwan, Min Jeong-ki, mengatakan ia meninggal di kediamannya di Seoul, di usia 90 tahun.
Keinginan terakhir Chun yakni jenazahnya dikubur di dataran tinggi.
“Di dataran tinggi yang menghadap ke wilayah Korea Utara,” kata Min seperti dikutip Yonhap.
Ia juga mengatakan tubuh Chun akan dikremasi sebelum dimakamkan di tempat yang akan ditentukan kemudian.
Chun adalah jenderal militer dan presiden Korea Selatan pertama yang menyerahkan kekuasaan secara damai. Dia juga memicu kebangkitan ekonomi negara dan mengamankan Olimpiade 1998.
Chun berhasil mengambil alih kekuasaan dari diktator sebelumnya, usai membunuh Park Chung-hee yang memimpin Korsel pada 1961-1979.
Chun kemudian menjadi presiden dari 1980 hingga 1988. Selama memimpin, ia memerintah dengan tangan besi dan secara brutal menghancurkan lawan-lawannya.
Dia juga dikenal sebagai “Penjagal Gwangju,” lantaran meminta pasukan ‘menghabisi’ orang-orang yang melawan kekuasaannya di barat daya.
Pada 1996, dia dihukum melakukan pengkhianatan dan dijatuhi hukuman mati yang salah satunya karena kasus di Gwangju. Namun, ia mendapat keringanan hukuman usai aju banding dan mendapat pengampunan dari presiden.
Semasa hidup dia tak pernah meminta maaf atas kejadian pertumpahan darah itu. Yayasan Peringatan 18 Mei, menyayangkan Chun yang tak sempat meminta maaf.
“Chun Doo-hwan bahkan tak meminta maaf kepada orang-orang terutama masyarakat Gwangju,” kata mereka dalam pernyataan resmi.
Menurut data pemerintah, total korban yang meninggal dan hilang lebih dari Gwangju. Namun, menurut sejumlah aktivis menilai angkat itu tiga kali lipat lebih banyak.
Chun dan para politisi sayap kanan di Korsel menganggap peristiwa di Gwangju sebagai kerusuhan. Chun dinilai ada keterlibatan langsung dalam insiden mematikan itu.
Selama memimpin, ia pernah mengalami percobaan pembunuhan, namun selamat.
Insiden itu terjadi, saat Chun mengunjungi salah satu negara bagian di Myanmar pada 1983. Ketika itu agen Korea Utara mencoba membunuh Chun dengan bom dalam upacara peringatan.
Chun kemudian terjebak dalam pertempuran pengadilan di tahun-tahun terakhirnya.
Dia dinyatakan bersalah atas pencemaran nama baik tahun lalu yang berkaitan dengan pemberontakan di Gwangju.
(isa/bac)