Masuk Musim Kemarau tapi Masih Hujan, Apa Penyebabnya?




Jakarta, Indonesia

Hujan masih saja mengguyur sejumlah wilayah Indonesia, meski saat ini sudah memasuki fase awal musim kemarau 2025. Lantas, apa penyebab hujan masih terus turun di awal musim kemarau ini?

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap sebagian besar wilayah Indonesia masih menunjukkan pola peralihan dari musim kemarau ke musim hujan atau masa pancaroba.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Pada periode ini, umumnya pola cuaca cenderung cerah pada pagi hingga menjelang siang hari, lalu berubah menjadi hujan disertai petir pada sore hingga malam hari,” ujar BMKG dalam Prospek Cuaca Mingguan Periode 23-29 Mei 2025.

Merujuk analisis klimatologi pada dasarian II Mei 2025, hanya sekitar 11 persen Zona Musim (ZOM) di wilayah Indonesia yang sudah masuk musim kemarau. Sementara, 73 persen ZOM masih berada pada musim hujan. Menurut BMKG hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia masih berada dalam periode peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.





Lebih lanjut, BMKG mencatat hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat terjadi di sejumlah wilayah dalam sepekan terakhir dan memicu bencana hidrometeorologi.

BMKG menjelaskan hujan yang terjadi akibat mekanisme konvektivitas lokal yang sering terjadi pada masa peralihan. Penyebab lainnya adalah dinamika atmosfer berskala lebih luas, seperti aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO), aktifnya gelombang Rossby Ekuatorial dan Kelvin, serta gangguan tropis di barat daya Bengkulu.

Fenomena MJO saat ini terpantau aktif secara spasial di wilayah selatan Indonesia dan diprediksi konsisten berada di wilayah tersebut hingga beberapa hari mendatang. Gelombang Kelvin dan Rossby Ekuatorial juga cenderung persisten berada di sebagian wilayah Indonesia hingga sepekan ke depan.

“Fenomena-fenomena tersebut berpotensi memberikan pengaruh signifikan dalam memicu peningkatan pertumbuhan awan hujan, khususnya di bagian selatan dan tengah Indonesia,” ujar BMKG.

Tidak hanya itu, pergerakan massa udara kering dari Benua Australia tetap mengindikasikan penurunan curah hujan di sebagian wilayah, seiring masuknya musim kemarau.

Kondisi ini juga memicu peningkatan kecepatan angin di wilayah Indonesia bagian selatan, serta kenaikan tinggi gelombang di Samudra Hindia Barat Daya Lampung hingga Selatan NTT, Laut Timor, Perairan utara Australia, Teluk Carpentaria, dan Laut Karang.

BMKG memprediksi untuk periode 23-25 Mei, wilayah seperti Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Maluku, hingga Papua Selatan berada pada status siaga hujan lebat hingga sangat lebat. Angin kencang juga diperkirakan terjadi di Aceh.

Sementara pada 26-29 Mei, hujan dengan intensitas tinggi masih berpotensi terjadi di Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.

Kemarau basah

BMKG mengungkap, sejumlah wilayah Indonesia diprediksi bakal mengalami musim kemarau basah pada tahun ini.

Kemarau basah adalah kondisi saat curah hujan tetap tinggi di musim kemarau. Secara klimatologis, musim kemarau di Indonesia terjadi dengan curah hujan kurang dari 50 milimeter per bulan.

Namun saat kemarau basah, curah hujan bisa mencapai lebih dari 100 milimeter per bulan.

Berdasarkan prediksi sifat musim kemarau 2025, sebanyak 185 ZOM (26 persen wilayah) bakal mengalami musim kemarau dengan sifat atas normal.

“Wilayah-wilayah ini diprediksi akan menerima akumulasi curah hujan musiman yang lebih tinggi dari biasanya,” demikian laporan BMKG dalam Prediksi Musim Kemarau 2025 di Indonesia.

Daerah-daerah yang bakal mengalami kemarau basah meliputi sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, Jawa bagian barat hingga tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian kecil Sulawesi, dan sebagian Papua bagian tengah.

(dmi/dmi)



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *