Mendaur Ulang Masker Sekali Pakai Jadi Bahan Bangunan



Jakarta, Indonesia —

Berapa banyak masker sekali pakai (disposable mask) yang Anda gunakan dalam sehari?

Setiap orang disarankan mengganti masker setiap beberapa jam. Bisa dipastikan satu orang menggunakan 2-4 masker atau bahkan lebih setiap hari. Masker-masker yang sudah tak terpakai itu jadi sampah yang terbuang percuma dan bisa mencemari lingkungan. Bayangkan berapa banyak sampah masker yang sudah Anda buat?

Data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyebut ada kenaikan sampah medis termasuk masker sekali pakai rumah tangga (sampah medis non-fasyankes) selama pandemi Covid-19. Pada 2020 (April-Desember) tercatat sebanyak 1.538,77 kg sampah medis, kemudian di 2021 (Januari-November) ada sebanyak 1.953,7 kg.

Untuk mengatasi hal ini, label Evoware dari perusahaan Evo&Co pun berinisiatif untuk menggalakkan ‘Kesan’ atau Kresek Kesadaran. Menggandeng Parongpong RAW Lab, perusahaan pengelolaan limbah di Bandung, masyarakat diajak untuk mengumpulkan sampah masker sekali pakai yang kemudian akan diolah menjadi material yang lebih bernilai ekonomis.

“Melalui program ini, semua orang bisa menjadi konsumen yang bertanggung jawab. Sampah masker dikumpulkan sendiri dan dikirim ke kami lewat titik pengumpulan di Jakarta, Bandung dan Bali,” kata Amanda Restu dari Evo&Co.

Bagaimana masker sekali pakai diolah?

Pendiri Parongpong RAW Lab, Rendy Aditya Wachid, menjelaskan masker sekali pakai diolah menggunakan metode hydrothermal. Mesin akan memberikan tekanan, panas (sampai 300 derajat Celcius) sehingga hasil olahan menjadi padatan dan cairan. Cairan akan digunakan untuk ‘memasak’ limbah secara berulang, sedangkan padatan seperti serat-serat mirip gumpalan benang, plastik juga kawat akan diolah kembali.

“Plastik diproses lagi menjadi agregat, diatur mau kecil-kecil jadi pasir atau jadi tekstur misal panjangnya jadi 2-3 mm, tergantung kebutuhan,” kata Rendy dalam kesempatan serupa.

Hingga kini, Parongpong RAW Lab. bekerja sama dengan Conture Concrete Lab., studio desain produk berbasis material beton, sejak proyek pengolahan limbah puntung rokok. Di studio desain ini, padatan dari olahan masker bekas akan dijadikan campuran fiber ‘anticracking’, material pengganti pasir, kemudian kawat bisa jadi campuran beton atau tekstur.

Rendy memastikan, tidak akan ada material masker yang terbuang. Selain itu, metode pemanasan tidak menggunakan api sehingga tidak ada polusi udara, tidak ada risiko karsinogen, dan kuman termasuk bakteri, virus dari material sampah akan dieliminasi sehingga produk aman digunakan.

Febryan Tricahyo dari Conture Concrete Lab. mengamini bahwa material hasil olahan masker bekas akan dijadikan bahan baku bangunan khususnya tiles atau ubin. Namun harus diakui, perlu banyak sekali masker bekas untuk mewujudkannya.

“Dari 1 kg masker bisa untuk 5 buah tiles. Ada proses penyusutan jadi 10 kg masker bisa susut jadi 3 kg saja. Tentu kebutuhan untuk tiles banyak [dalam satu bangunan],” kata Febryan.

Sementara itu, Amanda mendorong partisipasi publik dalam proyek ‘Kesan’ dengan membeli kantong kresek dari singkong dan mengumpulkan sendiri masker bekas. Setelah terkumpul, plastik ditutup dan dikirimkan ke titik kumpul. Parongpong RAW Lab pun akan mengolah tanpa membuka kresek.

“Paket Kesan tersedia di Tokopedia Evoworld. Nanti akan ada dua benda, ada handbook cara menggunakan produk Kesan dan kresek dari singkong,” katanya.

(els/ptj)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *