Mengenal Apa Itu Toxic Positivity dan Cara Menghadapinya
Jakarta, Indonesia —
Ungkapan yang positif atau semangat sejatinya merupakan hal yang baik. Namun, ada kalanya kata-kata penyemangat ini berubah menjadi racun yang justru semakin merusak. Kondisi ini dikenal dengan istilah toxic positivity atau positif yang beracun.
Psikolog klinis Veronica Adesla menjelaskan toxic positivity merupakan istilah yang baru populer beberapa waktu terakhir. Toxic positivity merujuk pada upaya memberikan pesan yang positif secara berlebihan kepada orang lain.
“Toxic positivity itu memberikan hal yang positif secara berlebihan, baik itu pesan, sikap, atau berpikir positif sehingga tidak tepat,” kata Veronica kepada Indonesia.com, beberapa waktu lalu.
Veronica menyebut sesuatu dapat disebut toxic positivity saat semangat yang diberikan terlalu berlebihan, menyederhanakan, menyepelekan, dan mengecilkan emosi atau perasaan yang dirasakan atau masalah yang dialami seseorang
“Seakan-akan perasaan atau pemikiran negatif tidak boleh dirasakan, seolah tidak valid. ‘Harusnya positif, dong,’ atau ‘Masa gitu aja sedih,‘” ucap Veronica yang praktik di Ohana Space.
Saat terus memberikan toxic positivity atau seseorang terus mendapatkan toxic positivity, hal ini dapat memberikan efek buruk kehidupan, terutama kesehatan mental seseorang.
“Efeknya, seseorang bisa merasa pikirannya itu menjadi salah. Ini akan menambah problem baru, menambah beban, memperburuk kondisinya,” ungkap Veronica.
Orang yang mendapatkan toxic positivity juga dapat mempengaruhi cara pandang mereka terhadap konsep diri dan menilai diri mereka. Perasaan rendah diri, stres hingga depresi, bisa muncul karena racun positif ini.
Simak cara menghadapi toxix positivity di halaman berikut.
Cara Menghadapi Toxic Positivity