Minta Maaf & Menyesali Perbuatan



Jakarta, Indonesia —

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan penyesalan dan permintaan maaf yang disampaikan Yahya Waloni kepada umat Nasrani menjadi salah satu pertimbangan meringankan dalam menuntut mubalig itu.

Yahya didakwa dengan sengaja menyebarkan ujaran kebencian bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) tanpa hak. Jaksa lantas menuntut Yahya Waloni dengan hukuman tujuh bulan penjara dan denda Rp50 juta subsidair kurungan satu bulan.

“Hal yang meringankan…terdakwa menyesali perbuatannya dan telah meminta maaf pada umat Nasrani dan seluruh rakyat Indonesia,” kata Jaksa membacakan tuntutan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (28/12).

Selain dua hal tersebut, Jaksa juga menyebut sejumlah pertimbangan meringankan lainnya seperti, Yahya Waloni tidak berbelit-belit dalam persidangan, berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya di masa mendatang, dan merupakan tulang punggung keluarga.

Selain itu, Jaksa menyebut pihak yang melaporkan ujaran kebencian itu ke polisi telah memaafkan Yahya Waloni.

“Saksi Andreas selaku pelapor telah memaafkan perbuatan yang dilakukan terdakwa meskipun kasus hukum terdakwa dilanjutkan demi kebaikan bersama,” ujar Jaksa.

Dalam kesempatan tersebut, Jaksa juga menjelaskan satu pertimbangan yang memberatkan dalam menuntut Yahya Waloni.

Jaksa menilai tindakan Yahya Waloni menyebarkan ujaran kebencian bermuatan SARA bisa merusak kerukunan umat beragama. Padahal, kerukunan itu selama ini sudah terjalin.

“Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa dapat merusak kerukunan antar umat beragama yang sudah berjalan lama,” kata Jaksa.

Yahya Waloni didakwa telah menyebarkan informasi yang memuat ujaran kebencian berdasarkan suku, ras, agama, dan antar golongan (SARA). Ia ditangkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pada Kamis (26/8).

Jaksa menyebut materi kebencian itu Yahya Waloni sampaikan dalam ceramah di Masjid Jenderal Sudirman, WTC, Jakarta Pusat. Yahya menyebut kitab Bibel Kristen palsu. Ia juga memelesetkan frasa ‘roh kudus’ menjadi ‘roh kudis’, ‘Stephanus’ menjadi ‘tetanus’.

Yahya juga menyebut pendeta melakukan perbuatan tercela dengan melihat perempuan berpakaian terbuka dari atas mimbar.

Selain dihadiri ratusan orang, ceramah Yahya Waloni juga direkam dan diunggah di media sosial Youtube.

Jaksa kemudian mendakwa Yahya Waloni dengan Pasal 45A ayat 2 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU RI No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal ini mengatur penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian. Ia terancam 6 tahun penjara.

Jaksa juga mendakwa Yahya Waloni dengan dakwaam alternatif, yakni melakukan penodaan, pelecehan, atau penghinaan terhadap pandanagan dan keyakinan agama lain. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Jaksa juga mendakwa Yahya Waloni dengan dakwaan alternatif Pasal 156 KUHP mengenai tindakan yang memuat permusuhan dan kebencian terhadap golongan rakyat Indonesia.

“Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 156 KUHP,” ujar Jaksa, Selasa (23/11).

(iam/ain)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *