Momen Rais Aam Ingatkan Tongkat Komando-Kisah Nabi Musa di Muktamar NU



Jakarta, Indonesia —

Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Miftahul Akhyar berkali-kali bicara soal tongkat komando dalam pidatonya di pembukaan Muktamar NU ke-34 yang digelar di Lampung pada Rabu (22/12) kemarin.

Dia yang memberi sambutan usai pidato Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj, Miftahul berpendapat bahwa NU didirikan bukan hanya untuk menjaga ajaran ahlussunnah wal jamaah, memperbanyak organisasi di tengah masyarakat, namun juga menegakkan tongkat komando kepemimpinan.

“Itulah yang diharapkan oleh para pendiri NU. Agar kelahiran NU buka memperbanyak jumlah organisasi di masyarakat, di samping menjaga nilai ahlussunah waljamaah, kita juga diharapkan menjadi tongkat sakti Nabi Musa,” ujar Miftahul.

Dia bercerita saat Syaikhona Kholil Bangkalan, Madura memberikan sejumlah wasiat kepada Hasyim Asy’ari menjelang NU didirikan hampir seabad lalu. Beberapa wasiat itu berupa tongkat, Alquran surat Thaha ayat 17-23, dan tasbih.

Menurut Miftahul, ayat tersebut menceritakan kisah Nabi Musa AS, yang memiliki tongkat komando. Dia menyebut, tongkat merupakan simbol sistem komando sebuah organisasi. Kini, simbol tongkat juga dimiliki para pimpinan tinggi negara, tak terkecuali Presiden.

“Tongkat Nabi Musa adalah simbol sistem komando. Sistem sekarang pun tongkat menjadi simbol komando panglima. Sebagaimana panglima tertinggi juga memegang tongkat komando,” katanya.

Dia mengatakan semua kader harus memegang prinsip tongkat komando. Menurutnya, siapapun kader NU berhak berkiprah dalam segala bidang. Menjadi anggota legislatif, atau menduduki posisi jabatan publik apapun. Namun, posisi-posisi itu menurut Miftahul bukanlah tujuan.

Warga NU harus kembali dan mengikuti tongkat komando. Menurut dia, itulah prinsip sami’na wa atho’na, atau mendengar dan taat pada pemegang tongkat komando.

“Manakala sudah dianggap cukup oleh masayikh, maka kader harus kembali menjadi tongkat kembali. Itulah sistem komando. Sikap pusaka kebanggaan kita sami’na wa atho’na,” kata dia.

Oleh karena itu, katanya, supremasi Syuriah sebagai dewan tertinggi di PBNU mutlak diperjuangkan. Miftahul menyinggung insiden saat ia, selaku Rais Aam hanya sekali menggunakan kewenangannya. Namun, ia tak menjelaskan lebih lanjut kewenangan yang dimaksud.

Meski demikian, bila merujuk peristiwa baru-baru ini di PBNU, terutama menjelang Muktamar, Miftahul sempat turun tangan buntut silang pendapat penentuan jadwal Muktamar yang sempat dibatalkan karena rencana PPKM Level 3 saat Nataru. Ia meminta agar Muktamar dimajukan, namun ditolak sebagian pengurus harian, atau tanfidziyah.

“Alfakir hanya sempat mempraktikkan sebagian kecil kandungan AD ART itu antara lain kewenangan Rais Aam, sebagai secuil tanggung jawab,” kata dia.

Sebagai informasi, pada agenda muktamar hari ini akan berlangsung prosesi pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2021-2026.

Berdasarkan urutan acara Muktamar ke-34 NU yang diterima dari panitia, sekitar pukul 15.30 WIB akan digelar Sidang Pleno IV untuk menghitung dan menetapkan 9 ulama sepuh NU yang akan bergabung dalam formatur Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa) atau tim pemilih Rais Aam PBNU.

Diketahui, jabatan Rais Aam PBNU dipilih melalui musyawarah mufakat dengan sistem Ahwa. Sementara itu untuk jabatan Ketum PBNU sejauh ini disepakati dipilih melalui voting.

(thr/kid)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *