Muhammadiyah Minta Dialog Nadiem Soal Permen, Singgung Piagam Jakarta



Yogyakarta, Indonesia —

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim bersedia membuka pintu untuk menampung masukan pihak-pihak yang berkeberatan dengan materi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).

“Kita ingin bahwa pemerintah, mendikbud, itu betul-betul arif bijaksana untuk menyerap dan mengubah, merevisi apa yang jadi keberatan,” kata Haedar ditemui di Kantor PP Muhammadiyah, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Selasa (16/11).

Kata Haedar, Muhammadiyah sebagai Organisasi Islam yang menjunjung tinggi nilai keagamaan, Pancasila, dan kebudayaan berbangsa, berserah pada kearifan pemerintah untuk menyerap hal-hal yang menjadi keberatan akan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.

“Dengarlah suara yang datang dari hati yang paling dalam dengan patokan nilai,” ujar Haedar.

Sikap saling mengakomodir usulan dan masukan, menurut Haedar, adalah cerminan perilaku para tokoh bangsa kala masa perumusan dasar negara serta falsafah bangsa dan negara Republik Indonesia silam.

Haedar merujuk ke peristiwa tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang menjadi perdebatan panjang hingga akhirnya dihapuskan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945.

Tujuh kata termaksud adalah bagian dari cikal-bakal sila pertama dasar negara Indonesia. Dalam Piagam Jakarta disebutkan, ‘Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.’

“Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa para tokoh bangsa kita mengajarkan cara mengakomodasi bagaimana dulu kan tujuh kata dicoret itu kan berdialog, kemudian ketemu sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Itu sesuatu yang sangat mendasar,” paparnya.

“Apalagi, apa sih susahnya menghilangkan satu frasa? Misalkan, yang itu tidak akan mengurangi, bahkan menumbuhkan konsep kekerasan apapun, termasuk kekerasan seksual. Segala bentuk kekerasan itu ditentang, ditolak oleh siapa pun, oleh kelompok mana pun, apalagi oleh kelompok agama,” sambung Haedar.

Pihaknya meyakini jika upaya ini terealisasi maka negara akan lebih ringan menatap ke depan dan menghadapi persoalan-persoalan berat yang mendera. Seperti salah satunya pandemi Covid-19 beserta setumpuk dampaknya.

“Pandemi ini masih berat, dampaknya berat, sehingga kita tidak habis untuk tarik ulur persoalan-persoalan yang bisa diselesaikan. Kata kuncinya adalah kearifan pemimpin bangsa,” tegasnya.

Diketahui, Permendikbud tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKS) yang dikeluarkan Nadiem menjadi kontroversi di tengah masyarakat belakangan ini.

Sejumlah pihak meminta Nadiem merevisi bahkan mencabut aturan tersebut dengan alasan rumusan norma ‘consent’ terkait kekerasan seksual yang diatur dalam aturan ini dianggap bermakna legalisasi perbuatan asusila dan seks bebas.

(kum/arh)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *