Muktamar NU Soroti Menguatnya Oligarki dan Perkara Korupsi



Jakarta, Indonesia —

Muktamar ke-34 NU menyoroti sistem demokrasi yang oligarkis dan hegemonik di Indonesia. Komisi Rekomendasi dalam muktamar tersebut menilai perlu penguatan masyarakat sipil dan mendorong tumbuhnya kelompok-kelompok kritis, termasuk di parlemen dan partai politik.

Ketua Komisi Rekomendasi Muktamar NU Alissa Wahid mengatakan proses demokrasi prosedural pascareformasi belum memastikan terbangunnya kesetaraan, keadilan, keadilan, dan partisipasi politik yang inklusif hingga lapisan masyarakat paling bawah dan lemah serta perempuan.

Ia menilai, hal itu disebabkan menguatnya sistem oligarki dalam politik dan ekonomi. Kuatnya partai-partai politik dalam sistem demokrasi tidak menjadi saluran aspirasi dan kepentingan rakyat, melainkan justru akumulasi kekuasaan dan ekonomi yang bersifat oligarkis dan hegemonik.

“Hal itu berkombinasi dengan merosotnya moralitas publik yang parah, para pejabat dan politisi yang didikte oleh kepentingan para pemilik modal dengan membeli suara dan menyingkirkan para pemimpin yang potensial adil dan transparan,” ujar Alissa mengutip laman resmi NU, Jumat (24/12).

“Akibatnya, umum terjadi hasil dari pemilihan kepada daerah jatuh menjadi para pengabdi kepentingan pemilik modal dengan serta merta mengabaikan kepentingan dan aspirasi rakyat itu sendiri,” kata dia menambahkan.

Muktamar NU turut mendesak negara agar memperbaiki desain dan sistem demokrasi Indonesia yang lebih mendasarkan kondisi demografi lokal dan nasional ketimbang internasional.

“Perlu dibangun suatu sistem yang benar-benar mengikutkan masyarakat paling bawah, lemah, dan minoritas. Secara khusus, diperlukan afirmasi pengarusutamaan gender untuk memastikan partisipasi perempuan dan kepemimpinan perempuan dalam sistem demokrasi.

Selain itu, putusan hasil sidang komisi juga mendorong kepemimpinan nasional, khususnya lembaga penegak hukum, untuk lebih aktif dan tegas dalam pemberantasan korupsi.

“Mendesak kepemimpinan nasional agar mengambil tanggung jawab dan kendali kepemimpinan dengan sungguh-sungguh dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi,” kata Alissa.

Muktamar juga meminta seluruh kekuatan politik, khususnya pemerintah dan parlemen segera mendorong tersusunnya regulasi yang memungkinkan pembelanjaan APBN yang lebih besar pada penguatan politik masyarakat bawah ketimbang para pengusaha dan elit politik.

Pembelanjaan APBN itu harus didukung regulasi yang menyebutkan indikator pembelanjaan APBN lebih besar kepada rakyat dan kelompok masyarakat, termasuk minoritas budaya dan agama.

Sementara itu, dalam hal otonomi daerah, Muktamar NU menyebut negara perlu memperbaiki mekanisme pemilihan kepala daerah dengan mencegah politik berbiaya tinggi. Hal ini untuk menghasilkan kepemimpinan lokal yang efektif.

Di sisi lain, perbaikan mekanisme tersebut dinilai dapat menyempurnakan skema desentralisasi agar semakin berdampak optimal dalam mengurangi kesenjangan antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

(dmi/pmg)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *