Natuna, Surga di Utara dan Titik Panas Kedaulatan Indonesia
Natuna, Indonesia —
Kawasan laut Natuna seolah tak pernah berhenti bergolak. Jadi kawasan terdepan Republik Indonesia, isu kedaulatan malah terus menghangat di wilayah yang juga kerap disebut Laut China Selatan ini.
Silih berganti kapal-kapal berbendera asing menerobos dan menjarah kekayaan alam di perairan Natuna Utara. Tak cuma kapal ikan asing, tapi juga kapal yang diyakini melakukan riset. Aksi ilegal yang terus berulang itu telah menjadikan Natuna palagan sengit kedaulatan salah satu wilayah paling utara Indonesia itu.
Kabupaten Natuna sendiri baru terbentuk pada 1999 lalu, imbas dari pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau. Natuna dikenal sebagai wilayah Kewedanan Pulau Tujuh, gabungan tujuh kecamatan kepulauan, meliputi Jemaja, Siantan, Midai, Bunguran Barat, Bunguran Timur, Serasa, dan Tambelan.
Sejak dulu Natuna menjadi salah satu jalur pelayaran dan perdagangan internasional yang ramai. Pengelola Museum Sri Serindit Natuna, Zaharuddin menduga jalur perdagangan dan aktivitas pelayaran di perairan Natuna telah ada sejak abad ke-3 masehi.
Dugaan Zaharuddin itu berdasarkan sejumlah bukti berupa temuan benda-benda peninggalan masa lalu seperti keramik, tasbih, alat makan, dan perlatan lain yang teridentifikasi berasal dari Arab, Thailand, Vietnam, hingga Eropa. Sebagian benda-benda bersejarah tersebut kini berada di Museum Sri Serindit Natuna.
“Jadi betul-betul jalur perdagangan di Natuna itu, kesibukannya luar biasa,” kata Zaharuddin saat ditemui Indonesia.com pertengahan Oktober lalu.
Sebagai wilayah terdepan, Natuna diapit sejumlah negara seperti Vietnam dan Kamboja di sebelah utara serta Singapura dan Malaysia di sebelah barat.
Selain letaknya yang strategis, perairan Natuna Utara menyimpan kekayaan alam berlimpah. Mengutip laporan CSIS, peneliti Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Imam Prakoso menyebut Laut Natuna Utara memiliki cadangan migas sebanyak 160 triliun kaki kubik gas dan 12 miliar barel minyak.
Potensi migas ini telah mulai dimanfaatkan oleh pemerintah. Salah satunya dengan mendirikan blok migas D Alpha yang kini telah berubah nama menjadi Blok Natuna Timur.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS), Marwan Batubara mengatakan area blok migas D Alpha memiliki kandungan gas yang besar.
“Jadi kalau di Laut Natuna itu memang banyak blok-blok migas, ada yang sudah dieksploitasi, tapi yang paling besar dulu namanya disebut sebagai Blok Natuna D-alpha. Belakangan diubah menjadi blok Natuna Timur, itu yang paling besar,” kata Marwan.
Marwan mengatakan cadangan gas di Blok East Natuna diperkirakan mencapai 222 triliun kaki kubik (TCF). Namun untuk mengembangkan tidak mudah lantaran 70 persen cadangan gasnya berisi Co2.
“Yang bersih gas saja sekitar 46 TCF. Itu memang sangat besar. Mengalahkan yang pernah ada di Aceh, di Kalimantan Timur, atau di Tangguh, atau juga di Masela,” ucapnya.
Bupati Natuna, Wan Siswandi mengatakan selain gas alam, Laut Natuna Utara memiliki cadangan minyak sebesar 11 miliar barel.
“Makanya ada media yang bilang minyak dan gas di Natuna itu cadangan yang paling besar di Asia bahkan dunia katanya,” ujarnya.
Potensi ikan Natuna tak kalah mencolok. Laut Natuna Utara masuk dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia: WPP-RI 711, bersama dengan perairan Selat Karimata dan Laut China Selatan.
Merujuk Kepmen KKP Nomor 50 Tahun 2017 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, potensi perikanan di WPP 711 mencapai 767.126 ton.
Jika dirinci, jumlah itu terdiri dari 330.284 ton Ikan Pelagis Kecil; 185.855 ton Ikan Pelagis Besar; 131.070 ton Ikan Demersal; 20.625 ton Ikan Karang; 62.342 ton Udang Penaeid; 2.318 ton Kepiting; 9.711 ton Rajungan dan 23.499 ton Cumi-cumi.
Segenap potensi itulah yang membuat banyak negara asing tergiur pada perairan Natuna Utara. Belum lagi posisi strategis dari sisi geopolitiknya.
Serbuan Kapal Asing di Perairan Utara Natuna
IOJI memperkirakan sekitar 332 kapal ikan Vietnam menangkap ikan di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia hingga ke bawah batas landas kontinen sejak Maret hingga September 2021.
Landas Kontinen adalah dasar laut yang secara geologi maupun geomorfologi merupakan lanjutan dari benua yang terendam laut. Kedalamannya kurang dari 150 meter. Batas landas kontinen diukur dari garis dasar ke arah laut dengan jarak paling jauh 200 mil laut.
Dari pengamatan IOJI melalui Automatic Identification System (AIS) dan citra satelit Sentinel-2, intrusi kapal ikan Vietnam di wilayah Indonesia paling tinggi terjadi pada April 2021, dengan 100 kapal dalam cakupan wilayah 110 km2. Sampai awal November, kapal-kapal ikan Vietnam masih dilihat oleh nelayan Natuna.
IOJI juga mendeteksi keberadaan kapal Coast Guard, kapal perang, hingga kapal riset China di Laut Natuna Utara. Kapal-kapal pemerintah Tiongkok itu diduga mengawasi kegiatan eksplorasi migas di Blok Tuna, yang digarap Premier Oil Tuna B.V. Kapal Coast Guard China bahkan terus mengelilingi rig tersebut.
Sementara Kapal riset China Haiyang Dizhi 10 terpantau berlayar selama dua bulan. Dari pola pergerakan yang membentuk pola kotak-kotak seperti sawah, kapal riset itu diduga melakukan riset di perairan Indonesia yang diklaim masuk dalam wilayah sembilan garis putus-putus (nine dash line) negeri tirai bambu tersebut.
Nine dash line adalah garis imajiner yang digunakan China untuk mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang disebut sebagai kawasan tangkap tradisional mereka. Klaim ini bertolak belakang dengan Hukum Laut Internasional PBB (UNCLOS) yang juga bersinggungan dengan kawasan laut sejumlah negara, termasuk Indonesia.
IOJI pun memantau pergerakan empat kapal ikan milik perusahaan China yang diduga memancing ikan di Laut Natuna Utara pada 4 hingga 13 Oktober 2021.
Kapal-kapal itu antara lain Lu Qing Yuan Yu 155 (IMO. 8529454); Lu Qing Yuan Yu 156 (IMO. 8529478); Lu Qing Yuan Yu 159 (IMO. 8529507) dan Lu Qing Yuan Yu 160 (IMO. 8529519).
Imam menduga masifnya kapal ikan Vietnam menangkap ikan di perairan Natuna dipicu kehabisan sumber daya perikanan di wilayah sendiri.
Berbeda dengan kapal-kapal Vietnam yang kepentingannya mencari ikan, Imam menduga kehadiran kapal ikan China di Laut Natuna Utara memiliki motif lain.
Imam menyoroti peristiwa pada awal tahun lalu ketika kapal-kapal nelayan China dikawal kapal Coast Guard masuk wilayah ZEE Indonesia.
Menurutnya, motif utama kehadiran kapal-kapal China ini sebenarnya untuk mendeteksi sumber daya migas di Natuna.
“Dengan memperhatikan apa yang terjadi di bulan Agustus dan September motif intrusi yang dilakukan nelayan Tiongkok beberapa tahun lalu, itu sebetulnya untuk test the water aja. Sebenarnya motif utama mereka bukan sumber daya ikan, lebih dari itu sumber daya minyak dan gas,” ujarnya.
Pelanggaran Kedaulatan