Pakar soal Perkosaan Santri Bandung: Umumnya Pelaku Psikopat
Pakar menyebut para pelaku kekerasan seksual pada umumnya memiliki karakteristik psikopat. Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pun didesak segera disahkan.
Hal ini dikatakan terkait kasus pemerkosaan 12 santriwati dengan terdakwa pimpinan pesantren di Kota Bandung berinisial HW (36) tengah berproses di Pengadilan Kelas 1A Khusus Bandung, sejak November.
Dalam kasus ini, tindakan HW pada periode 2016 hingga 2021 disebut membuat sembilan bayi lahir dan dua lainnya masih dalam kandungan.
Dokter Spesialis Kejiwaan RS Melinda 2 Bandung Teddy Hidayat mengatakan pelaku kekerasan seksual umumnya dilakukan orang dewasa yang dikenal oleh korban.
“Semua aturan, disiplin dan norma yang berlaku dilanggar untuk memuaskan dorongan id atau nafsunya. Super ego atau hati nuraninya dikuasai oleh id atau nafsunya. Pada pelaku ditemukan superego lacunae yang karakteristik untuk psikopat,” tutur dia, melalui keterangan tertulis, Senin (13/12).
Diketahui, struktur psikologi manusia menurut neurologis yang juga penemu psikoanalisis Sigmund Freud terbagi ke dalam tiga elemen. Pertama, id, berupa dorongan dasar, seperti untuk mempertahankan hidup dan seksualitas.
Kedua, ego, terkait dengan pemahaman akan realitas; ketiga, superego, berkaitan dengan moralitas.
Meski demikian, Teddy menyebutkan seorang psikopat dewasa yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak tetap dapat dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka hukum.
“Catatan penting untuk pengadilan yaitu pada psikopat sulit belajar dari pengalaman dan tidak ada rasa bersalah. Sehingga cenderung akan mengulangi perbuatannya,” ungkap dia.
Lebih jauh, Teddy menjelaskan kekerasan seksual pada anak banyak terjadi di masyarakat, namun tersembunyi seperti gunung es.
“Bila ada satu kasus yang dilaporkan, sebenarnya masih ada sembilan kasus lain yang tidak terlaporkan. Kekerasan seksual pada anak seringkali tidak segera terungkap,” ujarnya.
Menurutnya, kasus-kasus tersebut terjadi karena tidak ada pengawasan terhadap anak dari orang tua serta lingkungannya.
“Semua pihak yang senantiasa berdampingan dengan anak seperti orang tua, pengasuh, guru, dan lingkungan sekolah harus mengenal dan mampu mendeteksi kekerasan seksual pada anak,” katanya.
Alasan Tak Dirilis Kepolisian
Terpisah, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjelaskan alasan kenapa kasus perkosaan para santri di Bandung itu tak dirilis kepolisisan sejak terungkap Mei.
“Karena Hukum Acara Pidana Anak adalah kewenangan Polisi, maka Polda akhirnya memutuskan tidak merilis berita di bulan Mei karena pertimbangan dampak psikis anak,” ujar dua, lewat akun Instagram pribadinya @ridwankamil, Minggu (12/12).
“Sejak Mei diketahui kasusnya. Langsung saat itu juga pelakunya dilaporkan dan ditangkap Polda. Makanya sekarang pelaku sudah di level diadili di pengadilan. Semoga bisa dihukum mati,” lanjut politikus yang akrab dipanggil Emil itu.
Ia pun mendorong pengesahan RUU TPKS. “Mari sama-sama kita dorong segera diluluskan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual di DPR agar hukumnya lebih tajam ketimbang pasal-pasal KUHP.”
(hyg/arh)