PAN Dukung PT 20 Persen Dihapus, Gerindra Tak Soal, Golkar Tolak
Petinggi tiga partai politik–PAN, Gerindra, dan Golkar–bersuara perihal wacana penghapusan ambang batas pencalonan presiden dalam pemilu (Presidential Threshold/PT) 20 persen kursi di parlemen.
Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi mengaku pihaknya sejak awal mendukung agar 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara partai di Pemilu dihapus sebagai syarat mengusung calon di Pemilihan Presiden.
“PAN setuju presidential threshold 0 persen. Bahkan sejak pembahasan RUU Pemilu [sekarang UU Nomor 7 tahun 2017], di mana saya ikut sebagai anggota Pansus RUU Pemilu, sikap PAN sudah jelas, PT 0 persen,” kata Viva dalam keterangannya kepada Indonesia.com, Rabu (15/12).
Viva berpendapat, presidential threshold selama ini telah dianggap sebagai pembajak sistem demokrasi, dan menjadi akar kepemimpinan oligarki. Oleh karena itu, menghapus presidential threshold diharapkan bisa menghapus persepsi negatif terhadap partai politik.
Oleh karena itulah, pihaknya mengapresiasi sejumlah orang yang mencoba mengguat aturan soal PT 20 persen itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“PAN mengapresiasi terhadap usulan dari masyarakat melakukan JR ke MK, meski MK pernah memutuskan bahwa soal preshold adalah open legal policy,” katanya.
Gerindra Melihat Jadi Persoalan
Sementara itu, Juru Bicara Partai Gerindra, Habiburokhman mengaku tak soal dengan desakan untuk menghapus maupun terus memberlakukan ambang batas pencalonan presiden 20 persen. Menurut dia, Partai Gerindra, akan mengikuti setiap aturan yang diberlakukan.
Namun, Habib enggan menjelaskan lebih lanjut terkait sikap partainya tersebut.
“Kalau Gerindra sih nggak pusing, mau PT 20 persen, 15 persen, mau 5 persen, mau 0 persen, kami siap aturan,” kata dia yang juga anggota DPR dari Dapil Jakarta I itu.
Golkar Tolak PT 0 Persen
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar menolak desakan sejumlah pihak terkait penghapusan presidential treshold (PT) atau syarat ambang batas pencalonan presiden dengan 20 persen kursi parlemen.
Wakil Ketua Umum Golkar, Nurul Arifin mempertanyakan desakan agar PT dihapus. Sebab menurut dia, syarat ambang batas pencalonan presiden tetap penting sebagai pendidikan politik kepada calon atau kader yang diusung dalam kontestasi politik.
“Saya tidak bisa membayangkan seandainya ada seorang capres yang tidak muncul dari parpol. Nah kemudian pendidikan politiknya didapat dari mana?” kata Nurul kepada Indonesia.com, Rabu (15/12).
Dia menolak alasan yang menyebut syarat 20 persen suara pemilu parpol untuk mencalonkan presiden telah mengamputasi tugas partai politik dalam mengusung kader maju dalam pilpres. Menurut Nurul, partai politik justru berfungsi sebagai kanal, rekrutmen, dan pendidikan politik.
“Karena tidak semata-mata cukup popularitas, tapi juga baru mempunyai jaringan sampai ke bawah dan parpol itu menjadi penanggung jawab dari capres yang diusulkannya,” kata Nurul.
Nurul menilai penghapusan presidential treshold hanya akan menjadi euforia yang hanya akan berdampak sia-sia dan tak efektif pada jalannya sistem pemerintahan. Sebab, kekuatan massa tetap akan dipegang oleh partai.
“Bisa saja nanti pada perjalanannya menjadi sia-sia, juga. Karena akhirnya kekuatan massa dipegang parpol. Karena dia mempunyai struktur dari pusat sampai bawah,” katanya.
Sejumlah pihak sebelumnya mendesak dan mengusulkan agar syarat ambang batas pencalonan presiden 20 persen dihapus. Di Mahkamah Konstitusi (MK), tiga gugatan dilayangkan terhadap UU Pemilu Nomor 7/2017 terkait presidential threshold.
Gugatan dilayangkan oleh kader Gerindra Ferry Juliantono, dua anggota DPD, dan mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo. Ketiganya menggandeng ahli hukum tata negara Refly Harun selaku kuasa hukum. Mereka menggugat Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
(thr/kid)