Perlukah Anak Ikut Les Sejak Dini?



Jakarta, Indonesia —

Sejak usia dini, banyak anak yang sudah ikut les ini itu atas titah orang tua. Mulai dari les piano, bahasa Inggris, berhitung, serta menari.

Harapannya, anak bisa mengasah bakat dan kemampuan sebagai bekal di masa depan.

Namun, perlukah anak ikut les sejak usia dini?

Psikolog klinis Nuzulia Rahma berpendapat, mengikutsertakan anak les sebenarnya sah-sah saja, selama anak diberi fleksibilitas saat melakukannya.

“Misalnya dengan tidak memaksakan anak untuk mencapai target tertentu yang memberatkan anak. Dan akan lebih baik, jika pilihan kegiatan tersebut adalah dari anak sendiri yang meminta, bukan keinginan orang tuanya,” kata psikolog yang akrab disapa Rahma itu, saat dihubungi Indonesia.com, Jumat (19/11).

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa sebaiknya les yang dipilih pun sesuai dengan usia anak dan tahapan perkembangannya.

Tahapan perkembangan, kata Rahma, ada tahap perkembangan emosi, motorik, sosial, kognitif, serta lainnya.

“Sebaiknya eksplorasi semua sisi perkembangannya tersebut. Bukan hanya motoriknya saja atau kognitifnya saja, tetapi juga emosinya, sosialnya, dan lainnya,” ujarnya.

Jangan paksa anak

Dalam keputusan mengikutsertakan anak les, orang tua juga perlu melepas ego diri sendiri dan memberikan suara pada sang anak soal keinginan mereka.

Pasalnya, ketika anak melakukan kegiatan karena paksaan, itu akan berdampak buruk pada perilaku dirinya bahkan hingga dewasa.

“Karena paksaan maka anak dapat saja memiliki persepsi bahwa orang tuanya tidak menyayanginya. Perasaan ini dapat saja dipendamnya karena anak tidak tahu bagaimana cara mengatakannya,” katanya.

“Namun rasa tidak suka ini akan mewujud dalam bentuk lain. Misalnya rewel, tidak bisa diatur atau diajak kerjasama, sakit-sakitan, saat remaja menjadi pemberontak dan yang paling parah, di saat dewasa bisa saja menjadi hilang hormatpada orang tuanya.”

Ikatan anak dan orang tua lebih utama

Rahma kemudian mengingatkan, orang tua tidak boleh terpaku pada target, apalagi jika anak sudah terlihat lelah dan bosan. Di samping itu, yang perlu menjadi prioritas adalah keterikatan antara anak dan orang tua.

“Pastikan sebelum anak tercampuri oleh pihak lain, anak telah memiliki attachment yang kuat dengan kedua orang tuanya. Jangan sampai anak bisa ini dan itu, memiliki berbagai macam skill, tetapi jiwanya kosong,” kata Rahma.

Dia menambahkan, bahwa pada usia di bawah tujuh tahun, anak lebih butuh berada dan bersama orang tuanya daripada dengan orang lain.

“Anak lebih butuh banyak stimulus dan kebersamaan beraktivitas bersama orang tuanya. Bangun ikatan yang kuat dengan anak baru bekali anak dengan berbagai skill,” tambah Rahma.

(agn)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *