Permendikbud Lindungi Kehormatan, Mahasiswa Pertanyakan Logika Penolak


Jakarta, Indonesia —

Sejumlah mahasiswa mempertanyakan logika pihak yang menolak aturan pencegahan kekerasan seksual di kampus. Mereka bahkan menduga ada misi melindungi atau setidaknya terkait dengan para pelaku.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim sebelumnya menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Kritik datang dari sejumlah ormas Islam, termasuk Muhammadiyah, yang menilai aturan tersebut memiliki masalah dari sisi formil dan materiil. Salah satunya, karena adanya pasal yang dianggap bermakna legalisasi seks bebas di kampus.

Namun, Nadiem membantah tuduhan tersebut. Ia menyatakan satu-satunya tujuan dari pembentukan aturan itu adalah mencegah kekerasan seksual.

Tak cuma penolakan. Banyak pihak memberi dukungan terhadap Permendikbud tersebut, seperti Komnas HAM, Kementerian Agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).

Dukungan serupa disampaikan mahasiswa di sejumlah universitas. Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Jakarta Fikriyah Nurshafa menganggap Permendikbud PPKS merupakan langkah bagus yang dapat memberikan rasa aman bagi para penyintas kekerasan seksual.

“Dengan adanya peraturan ini penyintas KS di kampus merasa sedikit lebih tenang karena dapat perlindungan hukum tersebut,” tutur Fikriyah kepada Indonesia.com, Jumat (12/10).




Fikriyah Nurshafa, mahasiswa UPN Jakarta.Fikriyah Nurshafa, mahasiswa UPN Jakarta, menilai Permendikbud PPKS memberikan rasa aman. (Foto: Arsip Pribadi)

Lebih jauh, ia menganggap pihak-pihak yang menolak Permendikbud ini merupakan bagian dari pelaku atau pembela pelaku kekerasan seksual.

“Jadi menurutku yang kontra terhadap permendikbud soal KS ini mungkin mereka juga bagian dari pelaku atau mungkin mereka melindungi teman-temannya karena merasa senasib seperjuangan jadi harus saling melindungi,” tambah Fikriyah.

Mahasiswa Universitas Padjajaran (Unpad) Gisella Gianina juga mempertanyakan alasan penolakan-penolakan ini. Terlebih, pihak-pihak Kemendikbudristek telah melakukan klarifikasi dan memberikan latar belakang lahirnya kebijakan ini.

Lagian udah diklarifikasi juga sama Kemdikbud-nya, kalau mereka masih trying to push the narrative [untuk menolak Permendikbud]. Ya gue rasa ada agenda lain,” tutur dia.

Menurutnya, fenomena terkait kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus sudah menjadi rahasia umum. Namun demikian masih banyak perguruan tinggi yang belum memiliki mekanisme penanganan yang baik.

“Kekerasan seksual di ranah kampus tuh udah jadi rahasia umum ibaratnya kalau di kalangan mahasiswa. Entah denger, tahu, atau ngalamin sendiri. Cuma enggak pernah ada tindakan berarti yang diambil pihak kampus atau pemerintah,” tambahnya.

Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, Jakarta, Maulana Ali Firdaus mempertanyakan logika penolakan terhadap Permendikbud yang berusaha melindungi kelompok rentan itu.

“Padahal ini adalah soal melindungi kehormatan, soal perlindungan bagi mereka yang tidak berdaya akibat relasi kuasa. Logikanya sesederhana itu. Mengapa harus ditolak?” tanya Maulana retoris.




Maulana Ali Firdaus, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah.Maulana Ali Firdaus, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, meminta penerapan Permendikbud itu dikawal. (Foto: Arsip Pribadi)

Pada saat yang sama, ia mengungkapkan proses implementasi kebijakan ini juga harus dikawal bersama oleh berbagai pihak.

“Dari salinan yang udah aku baca, di sana sudah tertera sanksi bagi kampus yang ogah-ogahan menerapkan aturan baru itu. Paling tidak, itu yang harus selalu kita kawal,” tutur Maulana.

[Gambas:Video ]


Trauma Kekerasan Seksual Berdampak ke Pendidikan


BACA HALAMAN BERIKUTNYA



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *