PGI Surati Jokowi Minta Hentikan Tambang Emas di Sangihe Sulut
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyurati Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan perizinan aktivitas pertambangan emas di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut).
Surat itu sudah diajukan PGI ke Jokowi pada Jumat (16/12) lalu. Permintaan itu dilakukan usai Ketua Umum PGI, Gomar Gultom mendengar secara aspirasi dari masyarakat Sangihe, Pimpinan Sinode Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST) dan Bupati Kabupaten Sanghie.
“PGI meminta Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo, melalui kementerian terkait, meninjau ulang perizinan aktifitas PT. Tambang Mas Sangihe (TMS) di Pulau Sangihe,” bunyi keterangan resmi PGI yang dikutip Senin (20/12).
PGI menjelaskan Aliansi Masyarakat Adat dan GMIST telah menyampaikan surat dan penolakan atas beroperasinya PT. Tambang Mas Sangihe (TMS). Perusahaan itu yang akan melakukan aktivitas pertambangan di area seluas setengah dari luas wilayah Kepulauan Sangihe.
PGI menilai PT TMS bertentangan dengan Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 jo UU 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Terutama menyangkut perlindungan terhadap pulau dengan luas kurang dari 2.000 kilometer persegi. Selain itu, PGI menilai proses Amdal yang dikeluarkan Kementerian ESDM terhadap proyek tersebut dinilai tidak memperhatikan suara dan aspirasi masyarakat dan pemerintah setempat.
“Usaha pertambangan ini dirasakan tidak sejalan dengan misi pembangunan Kab. Kepulauan Sangihe yang bertumpu pada pertanian, perikanan dan pariwisata,” tulis PGI.
Rencana pembangunan penambangan emas di Sangihe belakangan ini menuai polemik. Bahkan, seorang ibu rumah tangga bernama Elbi Pieter bersama rekan-rekannya menggugat Menteri ESDM Arifin Tasrif ke PTUN Jakarta. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 46/G/2021/PTUN.JKT pada Rabu (23/6).
Gugatan itu berkaitan dengan kontrak karya (KK) PT TMS di Pulau Sangihe. KK diberikan Kementerian ESDM lewat izin pertambangan dengan Nomor 163K/MB.04/DJB/2021 pada 29 Januari 2021. Para penggugat menilai penerbitan KK Tambang Mas Sangihe yang merupakan objek sengketa perbuatan melanggar hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad).
Enam bulan lalu, Juni 2021, Kementerian ESDM menyatakan tambang emas di Sangihe tak menyalahi aturan. Tak hanya itu, kegiatan penambangan di daerah itu juga sudah mendapat restu dari Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey.
Kepala Pokja Informasi Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Sony Heru Prasetyo menyebut surat yang dikeluarkan Menteri ESDM nomor 163.K/MB.04/DJB/2021 pada Januari 2021 sudah sesuai dengan izin lingkungan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Izin lingkungan pun disebutnya diberikan Pemda Sulut usai mendapat rekomendasi Pemerintah Kabupaten Sangihe.
“Sudah [mendapat izin dari Gubernur Sulut]. Izin TMS itu sudah sesuai dengan ketentuan,” bebernya kepada Indonesia.com, Sabtu (12/6).
Ia mengatakan izin dikeluarkan dengan kontrak karya seluas 42 ribu hektare. Namun, izin tambang hanya diberikan seluas 65 hektare saja. Sehingga, ia menyebut, penambangan tidak menyalahi aturan.
Sehari kemudian, 13 Juni 2021, Juru Bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Wahyu Muryadi menyatakan pihaknya belum memberikan rekomendasi pemanfaatan kawasan pesisir untuk kegiatan tambang emas di Sangihe. Rekomendasi tersebut diperlukan karena Sangihe termasuk kategori pulau kecil yang memerlukan izin dari Menteri Kelautan dan Perikanan untuk pemanfaatan sumber daya alam.
“Karena lokasinya di pulau-pulau kecil, maka dibutuhkan rekomendasi dari KKP. Tim kami akan mengecek di lapangan kesesuaiannya, dan sebagainya sebelum akhirnya memberi rekomendasi hijau atau merah,” kata Wahyu kala itu.
Sementara itu, Bupati Kepulauan Sangihe Jabes Gaghana menyatakan dirinya menolak penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT TMS. Meski telah menolak, ia menuturkan, Pemkab Kepulauan Sangihe tidak dapat melakukan hal serupa. Pasalnya, setelah izin tambang dari pemerintah terbit, pihaknya harus mengikuti ketentuan itu.
“Kita tidak ambil sikap lebih (lanjut), karena kita kan pemerintah. Ketika pemerintah pusat sudah setuju, keluarkan izin, kan tidak mungkin pemkab melakukan penolakan pusat,” ujarnya Jabes saat dihubungi Indonesia.com, Sabtu (12/6).
(rzr/kid)