Polisi Bebaskan Warga Penolak Tambang Ilegal di Seluma Bengkulu



Jakarta, Indonesia —

Sepuluh orang yang terdiri dari aktivis dan warga Pasar Seluma, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu telah dibebaskan pada Selasa (28/12). Mereka yang menolak aktivitas pertambangan sempat ditangkap aparat kepolisian selama semalam.

Kepala Departemen Advokasi dan Program Walhi Bengkulu, Dodi Faisal mengatakan selama ditahan di kepolisian, mereka diminta klarifikasi dan baru dilepaskan pukul 09.00 WIB.

“Sudah dilepaskan. Kemarin sekitar jam 9,” kata Dodi kepada Indonesia.com, Rabu (29/12).

Dodi mengatakan kesepuluh orang itu dilepaskan dengan bantuan 14 advokat dan delapan paralegal. Selain itu, sejumlah warga juga ikut mendesak agar polisi segera membebaskan mereka.

Dodi menyebut ada sekitar 100 orang warga yang sengaja menunggu di depan Polres Seluma. Mereka bertahan sampai kesepuluh orang itu dilepaskan.

“Warga dan aktivis ditangkap kemudian baru diminta klarifikasi, kemudian dilepas. Mereka dilepas atas jaminan 14 advokat dan 8 paralegal,” ucapnya.

“Dan juga ada tekanan dari warga dan aktivis agar mereka dilepaskan,” imbuhnya.

Terpisah, Kabid Humas Polda Bengkulu Kombes Sudarno mengatakan pihaknya langsung melepaskan kesepuluh orang itu usai dimintai keterangan.

“Saat itu juga sudah dipulangkan setelah dimintai keterangan,” ucapnya saat dikonfirmasi pada Rabu (29/12).

[Gambas:Video ]

Sebelumnya, 10 orang ditangkap oleh kepolisian Seluma saat aksi menolak tambang ilegal. Pihak kepolisian menjerat mereka dengan Pasal 162 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) sebagai dasar penangkapan warga.

Dalam pasal itu, setiap orang dilarang merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang telah memenuhi persyaratan. Pelanggar aturan itu bisa dipidana dengan hukuman penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.

Sebelumnya, Devi Angraini, warga Pasar Seluma, mengungkapkan rambut beberapa anak mengalami kerontokan dan tangannya membiru olehaparat kepolisian saat terlibat aksi menolak tambang ilegal PT Faminglevto Bakti.

Devi menyebut anak-anak tersebut kini masih trauma atas sikap represif aparat. Menurutnya, tindakan aparat kepada para anak ini seperti memperlakukan binatang.

“Anak-anak kami trauma dengan kejadian kemarin bu. Anak-anak kami ada yang biru di sini [tangan], ada yang rambutnya putus (rontok). Kami [diperlakukan] seperti binatang bu,” kata Devi dalam konferensi pers daring, Selasa (28/12).

(pmg)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *