Polisi Diduga Peras Istri Tersangka Rp2 Juta agar Suami Tak Ditembak
Seorang istri berinisial E mengaku dimintai uang total Rp7 juta oleh lima personel Polsek Helvetia Medan, Sumatera Utara, dengan alasan tak diberikan penembakan dan mendapat pengurangan barang bukti kasus suaminya yang menjadi tersangka penadah sepeda motor.
Kasus ini pun sudah dilaporkannya ke Bidang Profesi dan Keamanan Polda Sumatera Utara, Kamis (16/12).
E mengatakan kejadian bermula saat suaminya R ditangkap oleh personel Polsek Helvetia Medan pada Selasa (7/12). Pada Rabu (8/12) pukul 10.00 WIB, rumahnya didatangi oleh dua orang pria yang mengaku sebagai anggota Polsek Helvetia.
“Mereka datang dengan menggunakan motor matic. Kedua oknum tersebut memasuki rumah saya dan menyampaikan bahwa suami saya ditangkap dan ditahan di Polsek Helvetia atas tuduhan sebagai penadah,” ucapnya.
“Dan saat itu dua oknum tersebut mengancam dan meminta uang dengan mengatakan ‘suami ibu ditangkap di Polsek, kalau ibu ada Rp2 juta kami upayakan suami ibu enggak kami tembak,” tuturnya.
Tak hanya itu, kedua anggota polisi tadi juga menghampiri mertua dan meminta uang dengan nilai yang sama. Namun, E dan mertuanya mengaku tidak mempunyai uang. Kedua anggota itu kembali pulang. Mereka lantas kembali dengan membawa dua personel tambahan.
“Mereka kembali datang dan langsung memasuki rumah dengan alasan ingin mengambil gerenda/alat kerja tanpa menunjukkan atau memberikan surat perintah tugas dan surat penyitaan,” jelasnya.
Keesokan harinya, Eva bersama keluarganya mendatangi Polsek Helvetia. Di sana Eva melihat suaminya telah duduk di dalam ruangan dengan kondisi luka-luka di sekujur tubuh.
“Saya bertanya ke suami saya ‘kok begitu kali?’. Setelah itu langsung disambut oleh seorang polisi yang mengatakan, ‘oh, syukur masih gitu, untung aja enggak kami tembak’ dan saya menanggapi ‘janganlah kaya gini kali, Pak’,” urai dia.
“Dan anggota Polsek Helvetia tersebut mengatakan ‘namanya dia melakukan kejahatan’,” lanjut E.
Dalam pertemuan tersebut, E mengaku dimintai uang Rp5 juta untuk penghapusan 1 unit barang bukti. Jumlah barang bukti yang rencana dihapuskan mencapai 4 unit dengan dalih meringankan hukuman suaminya.
“Saya meminta agar Polda Sumut menindaklanjuti pengaduan saya dan melakukan penindakan secara tegas terhadap anggota Polri itu,” paparnya.
Kepala Divisi Sipil Politik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Maswan Tambak, yang menjadi kuasa hukum E, menilai pemerasan, pengancaman, dan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh anggota Polsek Helvetia telah melanggar hak asasi manusia (HAM).
“Setiap manusia berhak memperoleh perlindungan hukum, jaminan dan kepastian hukum serta tidak seorang pun berhak diperlakukan diskriminatif dan setiap manusia berhak atas rasa aman. Tidak boleh orang diperlakukan secara sewenang-wenang dalam proses hukum,” tegasnya.
Selain itu, tindakan yang tak sesuai prosedural yang diduga dilakukan oleh personel Polsek Medan Helvetia itu melanggar Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
“Dugaan pelanggaran tersebut juga sudah diadukan pada 15 Desember 2021 ke Kapolda Sumut dan Kabid Propam Polda Sumut. Untuk itu LBH Medan meminta supaya pengaduan klien kami ditindak lanjuti. Penting mengambil tindakan tegas dan strategis agar penyakit di kepolisian ini tidak terus menerus kambuh,” paparnya.
Terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi saat dikonfirmasi Indonesia.com mengatakan laporan E sudah didalami Bidang Propam Polda Sumut.
“Laporannya sudah didalami Propam. Hasil pendalaman Propam tidak menemukan indikasi pemerasan,” ucap dia.
(fnr/arh)