PP Pengupahan Dinilai Strategis, Buruh Tunggu Penjelasan MK



Jakarta, Indonesia —

Para buruh mengaku tengah menanti penjelasan Mahkamah Konstitusi (MK) soal putusan UU Cipta Kerja dan aturan turunannya, Peraturan Pemerintah (PP) No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Sebelumnya, sejumlah elemen buruh bertemu dengan Kepala Biro Humas MK Heru Setiawan, Rabu (8/12).

“Dari pejabat MK, Kabiro Humas [atau] jubir MK, menyatakan akan menyampaikan kepada ketua hakim konstitusi. [Sebab] harus dijelaskan apakah amar nomer 4 atau amar nomer 7 [yang berlaku] terhadap kita,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, di depan Mahkamah Konstitusi, Rabu (8/12).

Said saat itu bersama Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani dan delapan orang lainnya berjalan kaki ke Gedung MK. Mereka mewakili ratusan massa buruh yang melakukan demonstrasi di area Patung Kuda Arjuna Wijaya.

Dia mengaku sudah mengirim surat resmi yang ditandanganinya bersama Andi Gani  sudah diterima oleh Kabiro Humas MK. Setelahnya, surat tersebut akan ditujukan pada pimpinan hakim MK, Anwar Usman.

“Dalam waktu cepat akan dikembalikan dalam surat bentuk jawaban,” ujar Said.

Lebih lanjut, ia meminta MK merespons dengan cepat sebab berbagai serikat buruh akan melakukan gerakan sosial yang semakin masif. Ia mengaku, besok akan melakukan aksi di Jawa Barat.

Berdasar penjelasan Said, putusan MK terhadap UU Cipta Kerja amar putusan nomor 4 menjelaskan bahwa UU Ciptaker masih berlaku selama proses revisi. Sedangkan, amar putusan nomor 7, mengatakan bahwa kebijakan yang strategis dan berdampak luas ditangguhkan.

“Nah, PP Nomor 36 rujukan yang dipakai oleh para gubernur untuk menentukan UMK jelas strategis,” ujar Said Iqbal.

Sebelumnya, MK memutus UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat, yakni tak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tak direvisi dalam tempo dua tahun.

MK juga menerbitkan sembilan poin amar putusannya pada bagian Dalam Pokok Permohonan.

Poin keempat menyatakan UU Ciptaker masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang
waktu.

Poin ketujuh menyatakan menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.

Hakim MK Saldi Isra sempat menyebut ada empat aspek cacat formal dalam UU Cipta Kerja. Namun, pihaknya tak bisa langsung membatalkan aturan itu secara langsung.

Cacat formil itu antara lain, pertama, aturan itu tak dibentuk berdasar UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yakni UU P3; kedua, tidak memenuhi asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan; ketiga, tidak melibatkan partisipasi publik yang luas; terakhir, ada norma yang telah ditetapkan bersama oleh DPR dan Pemerintah mengalami perubahan.

“Kalau mau rem mendadak, begitu dikatakan ketemu cacatnya, lalu dibatalkan UU itu, mendadak bisa….Nah, tapi MK punya cara sendiri, punya pertimbangan sendiri. Jangan mendadak lah. Harus begini. Harus ada masa peralihan, transisi, dan sebagainya,” kata Saldi, umat (3/12).

Ratusan buruh itu sebelumnya melakukan aksi demo menuntut pemerintah mencabut peraturan turunan dari UU Cipta Kerja di area Patung Kuda Arjuna Wijaya. Jika tidak, kata Said, dua juta buruh akan menggelar mogok massal.

“Sekarang ini mogok nasional stop produksi yang direncanakan diikuti 2 juta buruh lebih dari 100 pabrik, [akan] berhenti produksi di seluruh 30 provinsi di wilayah NKRI ini belum dalam waktu dekat dilaksanakan,” ujar dia, di area Patung Kuda Arjuna Wijaya, Rabu (8/11).

Sebelum sampai ke depan MK, massa buruh sempat meminta aparat membuka barikade dengan mengoyang-goyang kawat berduri.

“Pak polisi dengan hormat, kami akan lakukan aksi dengan damai asal bisa di depan MK,” teriak orator. “Buka, buka, buka. Tarik ke belakang,” imbuh orator.

(cfd/yoa/arh)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *