Profil Ronald Tannur, Anak Pejabat yang Terjerat Kasus Pembunuhan




Surabaya, Indonesia

Gregorius Ronald Tannur (32), tengah menjadi sorotan karena terseret kasus pembunuhan kekasihnya, Dini Sera Afriyanti (29).

Peristiwa pembunuhan itu terjadi Oktober 2023 lalu di Surabaya, Jawa Timur.

Awalnya, Ronald dan Dini terlibat pertengkaran di Blackhole KTV, sebuah tempat karaoke di Surabaya. Ronald lalu menendang kaki korban, memukul kepala Dini dengan botol tequila, dan kemudian meninggalkannya dalam kondisi terjatuh di area parkir.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rekonstruksi memperlihatkan korban duduk bersandar di pintu mobil Ronald sebelum kemudian dilindas dan terseret beberapa meter saat Ronald meninggalkan lokasi dengan mobilnya.

Setelah insiden di tempat parkir, Ronald membawa Dini yang sudah dalam kondisi kritis ke apartemennya dan mencoba memberikan bantuan pernapasan buatan.

Ketika kondisinya tidak membaik, Ronald kemudian membawa Dini ke rumah sakit. Namun, korban akhirnya meninggal dunia.

Hasil autopsi di RSUD dr Soetomo Surabaya mengungkapkan, terdapat sejumlah luka dalam serius di tubuh korban, termasuk memar di kepala, leher, perut dan kaki.

Kasus ini mengundang perhatian besar, terutama karena status Ronald sebagai putra Anggota DPR RI Edward Tannur. Selain itu, Ronald juga divonis bebas oleh majelis hakim PN Surabaya.

Tiga majelis hakim yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo berpendapat Ronald tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana pembunuhan maupun penganiayaan berat yang menyebabkan kematian.

Hakim menilai, kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam atas penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald.

Belakangan vonis bebas Ronald dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan kasasi, Ronald kini dihukum dengan pidana lima tahun penjara.

Sosok Ronald Tannur

Ronald Tannur sendiri adalah putra dari Edward Tannur, seorang mantan anggota DPR RI Fraksi PKB dari NTT. Ia dinonaktifkan oleh partainya dari DPR RI saat awal kasus ini mencuat.

Dalam sebuah wawancara, Edward mengatakan sehari-harinya Ronald adalah investor saham. Anaknya itu juga sempat tercatat menjadi mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IEU di Surabaya, sebelum akhirnya mengundurkan diri.

“Dia ini aktivitasnya seperti ya kadang-kadang membantu mamanya kemana-mana, atau dia ada juga permainan saham, jual beli saham, seperti itu saja dia,” kata Edward saat ditemui di kantor advokat Lisa Rahmat di Surabaya, 10 Oktober 2023 lalu.

Edward menyebut kaget dengan perbuatan Ronald kepada Dini. Sebagai orang tua, dia mengaku tak pernah mengajarkan tentang tindak kekerasan kepada anaknya.

“Kami sebagai orang tua tidak pernah mengajarkan kepada anak kami untuk berbuat hal-hal di luar kemanusiaan. Di luar kebiasaan dia untuk tidak mencederai orang lain,” ujarnya.

Edward pun menyampaikan permohonan maaf atas perbuatan si anak. Ia juga turut berbelasungkawa atas meninggalnya Dini, perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat.

“Saya sangat berbelasungkawa, menyesal atas perbuatan Ronald, anak saya, karena kejadian ini tidak kita semua harapkan. Dan permohonan maaf sebesar-besarnya dan penyesalan yang mendalam atas meninggalnya saudari kita DSA,” kata Edward.

Kasus suap hakim

Sejalan dengan kontroversi yang berkembang, tiga hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo ditangkap Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), di sejumlah tempat di Surabaya, Rabu (23/10). Mereka juga membekuk pengacara Ronald, Lisa Rahmat di Jakarta.

Ketiga hakim itu diduga telah menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp20 miliar untuk memberikan vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur, dalam kasus penganiayaan dan pembunuhan.

Dalam kasus itu, Ronald awalnya dituntut jaksa penuntut umum dengan ancaman hukuman selama 12 tahun penjara serta membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp263,6 juta subsider 6 bulan kurungan.

Namun majelis hakim PN Surabaya memutus Ronald tak bersalah. Mereka menilai kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam atas penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald.

Belakangan vonis bebas Ronald itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan kasasi tersebut, Ronald dihukum dengan pidana lima tahun penjara.

Kini hakim Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo selaku tersangka penerima suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 12 huruf e juncto Pasal 12B Juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara tersangka Lisa Rahmat selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) juncto Pasal 6 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(frd/fra)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *