Puan Dorong Sistem Pelacakan Digital Cegah Kekerasan Seksual




Jakarta, Indonesia

Ketua DPR Puan Maharani mengemukakan penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia tidak cukup hanya dengan berfokus pada penegakan hukum usai kejahatan terjadi, namun harus dibarengi dengan upaya pencegahan yang konkret.

“Kasus kekerasan seksual di Indonesia yang sudah seperti gunung es perlu penanganan komprehensif yang terstruktur, termasuk bagaimana negara membangun sistem yang mampu mencegah kejahatan seksual terjadi sejak awal,” kata Puan Maharani di Jakarta, Rabu (30/4), dikutip dari Antara.

Puan mengatakan kasus kekerasan seksual yang terus bermunculan menunjukkan ada yang belum sesuai, utamanya dalam langkah-langkah pencegahan.



ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Jadi, bagaimana pendekatannya adalah bukan lagi menyelesaikan kasus kekerasan seksual, tetapi bagaimana negara memiliki sebuah sarana yang dapat mencegah tindak-tindak kekerasan seksual,” ujarnya.





Ketua DPP PDIP itu mengatakan pemerintah melalui kementerian terkait dapat membangun sistem pengamanan dan peringatan dini, khususnya yang diperuntukkan anak-anak dan perempuan yang sering menjadi korban kekerasan seksual.

Sistem ini dapat ditempatkan di ruang-ruang publik serta lingkungan sosial, terutama yang rawan menjadi tempat perburuan predator seksual.

“Kita bisa mengadopsi dari negara-negara sahabat. Di sejumlah negara maju, sistem perlindungan anak telah dilengkapi dengan alarm sosial, pelacakan digital, hingga kontrol ketat terhadap konten dan aktivitas daring yang menyasar anak-anak. Indonesia harus segera menyusul,” ujarnya.

Puan menambahkan sarana sistem peringatan seperti itu dapat mengurangi kasus kekerasan seksual sedikit demi sedikit. Hal ini penting mengingat kasus kekerasan seksual terus bermunculan setiap harinya.

Seperti yang baru-baru terjadi, seorang pemuda berusia 21 tahun di Jepara, Jawa Tengah, ditangkap pihak kepolisian karena melakukan kasus kekerasan seksual berbasis online.

Pelaku diduga merekam aktivitas seksual korban yang masih remaja dan memeras korban dengan ancaman akan menyebarkan video mereka. Korbannya mencapai puluhan orang anak baru gede (ABG) dengan rentan usia 12, 14, sampai 18 tahun.

Tak hanya itu, seorang oknum ustadz atau pendakwah muda di Kota Medan, Sumatera Utara, berinisial AHA (34) diduga juga melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswi berinisial N (18). Atas dugaan itu, AHA dilaporkan ke Polda Sumut.

“Pelaku harus mendapatkan ganjaran atas perbuatannya sesuai hukum yang berlaku. Dan saya mengingatkan para pemangku kepentingan untuk memastikan perlindungan bagi para korban,” ujar Puan.

Puan mengatakan saat ini Indonesia sedang dalam kondisi darurat kekerasan seksual yang banyak menyasar anak-anak perempuan.

“Sama seperti bencana alam, kita memiliki early warning system. Metode seperti ini yang juga harus diciptakan untuk mengurangi dampak buruk yang berpotensi terjadi. Caranya seperti apa dan bagaimana, ini harus menjadi kerja bersama para stakeholder terkait,” tambahnya.

(fra/antara/fra)


[Gambas:Video ]



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *