Ramai-ramai Bantah Arteria soal Usulan tak OTT Polisi, Jaksa, Hakim



Jakarta, Indonesia —

Pernyataan politikus PDIP Arteria Dahlan soal polisi, hakim, dan jaksa seharusnya tak dijerat dalam operasi tangkap tangan (OTT) berbuntut panjang. Sejumlah pihak pun menyebut pernyataan itu tak berdasarkan hukum.

Pernyataan anggota Komisi III DPR itu sebelumnya disampaikan dalam sebuah diskusi bertajuk ‘Hukuman Mati bagi Koruptor, Terimplementasikah?’ pada Kamis (18/11).

“Bahkan ke depan di Komisi III, kita juga sedang juga menginisiasi. Saya pribadi, saya sangat meyakini yang namanya polisi, hakim, jaksa itu tidak boleh di-OTT,” kata dia.

Dia menyebut OTT tak bisa dilakukan kepada aparat penegak hukum tersebut karena mereka adalah simbol negara. Menurut dia, para penegak hukum mestinya dapat melakukan tugasnya dengan instrumen yang lebih menantang.

Pernyataan Arteria jadi bola panas di media sosial. Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswesan melayangkan sindiran lewat cuitannya. Novel mengaku heran ada anggota dewan yang memiliki pandangan tersebut.

“Sekalian saja semua pejabat tidak boleh di-OTT agar terjaga harkat dan martabatnya. Mau korupsi atau rampok uang negara bebas,” kata Novel dalam akun twitter @nazaqistsha, Jumat (19/11).

“Kok bisa ya anggota DPR berpikir begitu? Belajar di mana,” lanjut Novel.

Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berkata bahwa logika berpikir Arteria bengkok karena pernyataanya. Kurnia menilai Arteria tak memiliki dasar yang kuat.

Dia meminta legislator dari dapil Jawa Timur itu membaca lebih cermat Pasal 1 angka 19 KUHAP yang mengatur mengenai tangkap tangan. Operasi senyap ini legal untuk dilakukan oleh penegak hukum.

“Pernyataan semacam ini sulit dipahami sebab kegaduhan itu timbul bukan karena penegak hukum melakukan OTT, melainkan faktor eksternal. Misalnya tingkah laku dari tersangka atau kelompok tertentu yang berupaya mengganggu atau menghambat penegakan hukum,” ujar Kurnia, Jumat (19/11).

Mabes Polri dan KPK juga turut angkat suara merespons pernyataan tersebut. Dua lembaga itu menegaskan bahwa aturan OTT telah diatur dalam UU dan karenanya akan terus dilakukan.

“Bagi Polri tentu tindakan dan upaya yang dilakukan, mengacu kepada aturan dan perundang-undangan yang berlaku,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/11).

Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menegaskan lembaganya mempunyai wewenang untuk memproses hukum polisi, jaksa, dan hakim jika melakukan tindak pidana korupsi, seperti diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Menurut Ghufron, pernyataan Arteria bertentangan dengan UU KPK. Ia menerangkan, upaya paksa tangkap tangan sudah diatur dalam KUHAP, tepatnya Pasal 1 angka 19.

“Faktanya KPK dalam Pasal 11 [UU KPK] dinyatakan bahwa wewenang KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, maupun penuntutan itu untuk aparat penegak hukum dan penyelenggara negara,” ujar Ghufron di Kantornya, Jakarta, Jumat (19/11).

(thr/arh)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *